Persembahan Air Mata untuk Radheya ( Karna putra Surya)
Dhistarastra menunjuk Vidura, Sanjaya dan Dhaumya untuk mempersiapkan kremasi para pahlawan agung yang telah gugur dimedan perang. Dengan cepat kremasi itu selesai. Yudhistira ditemani dengan Dhrtarastra dan yang lainnya, menuju ke tepi sungai Gangga untuk mempersembahkan air suci pada orang yang telah tiada. Mereka semua ada disana: Gandhar, Kunti, dan Draupadi. Para pria tidak memakai perhiasaan dan busana sutera mereka. Mereka memakai busana yang paling sederhana. Dada mereka yang bidang di tutupi dengan busana yang atas yang tipis. Iring-iringan ini perlahan
Keadaan Kunti sangat menyedihkan. Tiga hari yang lalunya Radheya dibunuh oleh Arjuna. Terjadi perayaan yang sangat meriah dalam perkemahan Pandava. Ia mendengar hal itu dari sanjaya. Ketika Sanjaya memberi tahu Dhistarastra mengenai peperangan, tentang kematian Rhadeya, ia mendengarnya. Hatinya dibakar oleh kesedihan.
Saat para istri dan keluarga melakukan kremasi untuk para Pahlawan dan prajurit yang gugur di kurukshetra.
Yudhisthira baru saja selesai melakukan persembahan air suci kepada putra putra Draupadi, ketika Kunti menghampirinya. Kunti tak sanggup menahan semua beban dihati, saat semua orang yang gugur mendapat persembahan air suci dari keluarganya tapi tidak dengan Radheya. tidak ada yang mempersembahkan apapun kepadanya, masih saja dia sebatang kara sama seperti ketika Kunti menghanyutkannya di sungai Gangga.
Dengan lembut Kunti menyentuh bahu Yudhisthira, putra Dharma itupun menoleh lalu membungkuk memberi hormat
" ya ibu, ada apa kau memanggilku ? katakanlah perintahmu
" anakku masih ada seseorang yang belum kau berikan persembahan air suci kata Kunti dengan pelan, membuat Yudhisthira mengangkat alis dan berpikir, Arjuna dengan masih berlinang air mata setelah memberikan persembahan air suci kepada Abhimanyu pun mendekat disusul Pandava yang lain, mereka mengelilingi Kunti dan Yudhisthira.
"masih ada yang belum? tapi Ibu mereka semua sudah mendapat persembahan air suci, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, bagaimana mungkin aku melupakan mereka yang telah bertempur dan gugur untuk mendukungku ?
Kunti terdiam dan menatap wajah Yudhistira, matanya masih merah menahan kesedihannya, lalu Kunti menatap satu persatu putra-putranya yang lain yang masih diliputi kesedihan yang sama. Kunti telah menguatkan hatinya untuk menceritakan sesuatu.... ya sesuatu yang akan membuat Pandava akan lebih terpuruk dalam kesedihan dan penyesalan. sesuatu yang harus dilakukannya, sesuatu yang bisa dia lakukan untuk Radheya, sesuatu yang membuat orang dan dunia terkejut dalam kesedihan. namun setidaknya hanya itu yang Kunti bisa lakukan untuk Radheya.
Krishna yang tahu segalanya menatap Kunti dengan wajah penuh welas asih, Hari ini Kunti akan melakukan sesuatu yang harus dilakukannya, dia telah terlalu menyimpan rahasia ini, dia bahkan diam ketika Radheya gugur, karena Kunti tahu bila Yudhisthira mengetahui jatidiri Radheya dia akan sangat bersedih dan tidak akan mau bertempur lagi, Yudhisthira akan memilih untuk masuk dan hidup di hutan lagi. Krishna pun diam untuk mendengarkan Kunti.
Kunti berkata
"Radheya lah orangnya, kau juga harus melakukan upacara persembahan ini untuknya " ujar Kunti setelah mampu menguatkan hatinya, Para Pandava terkejut, mereka saling memandang satu sama lain
"tapi Ibu, upacara tersebut harus dilakukan oleh ayahnya karena semua putra Radheya (Vrshasena, Satyasena dan Susena ) telah gugur, Ibu katakanlah mengapa aku yang harus melakukan persembahan ini kepada Radheya sutaputra (Sutaputra = sebutan untuk anak kusir, kasta rendah) yang menjadi musuh bebuyutan kami " Yudhisthira bertanya dalam kebingungan, Pandava dan mereka yang ada disana pun kebingungan untuk menerka maksud ucapan Kunti
"Radheya bukanlah Sutaputra, dia seorang Ksatriya" dengan bibir bergetar Kunti berusaha menahan air matanya
"Radheya seorang Ksatriya, Radheya bukan Sutaputra ?" terdengar suara gumam diantara mereka, Yudhisthira terperangah , Kunti menarik nafas dalam dalam, ingin rasanya dia menghirup semua udara di bumi agar Dewa Bayu memberikannya kekuatan untuk menceritakan kegetirannya, lalu ketika semuanya terdiam dalam keheningan Kunti berkata
"Radheya adalah Putra Surya, ibunya adalah seorang wanita bangsawan yang masih muda belia saat Surya memberikan putra ini kepadanya dengan Kavaca dan Kundala ,kau tahu? wanita itu adalah seorang gadis dirumah ayahnya karena takut akan celaan dunia, ia harus menyimpan rahasianya. ketika putranya lahir dia meletakkannya dalam kotak kayu lalu menghanyutkan disungai yang sama : Gangga ini ( mereka berada ditepi sungai Ganga untuk melakukan upacara persembahan itu ).
lalu Atiratha memungut dan memberikan Putera itu kepada istrinya Radha, oleh sebab itu ia bernama Radheya, sebuah nama yang begitu ia cintai dan tidak akan pernah dia ganti dengan nama lain. Ibunya adalah seorang Ksatriya. ia telah melakukan ketidak adilan kepada putera pertamanya, dan ia telah memiliki beberapa anak namun hatinya kosong karena hal ini.
Yudhisthira dan mereka yang ada disana mendengarkan cerita ini, segalanya seperti terlupakan karena mendengar kisah yang menakjubkan ini.
Yudhistira berkata
" Ibu....., siapakah ibu Radheya? siapakah wanita yang begitu keji yang telah membuang anaknya di sungai Ganga saat dia lahir? Siapakah wanita yang telah menghancurkan hidup dari seorang pria yang agung ? kau pasti sangat mengenalnya karena telah menceritakan tentang sebuah kejahatan dengan sangat lengkap, siapakah Ibu... ??
Semua memandang kearah Kunti, wanita itupun memandang mereka semua, dia melihat Krishna menatapnya dengan penuh kasih sayang seakan akan memberikannya kekuatan untuk mengucapkan sebuah kebenaran meski teramat pahit.
Lalu Kunti berkata
" wanita itu masih hidup ..... akulah wanita itu, Radheya adalah Putraku..... Radheya adalah Putraku yang Pertama
Lalu Kunti jatuh tak sadarkan diri, Vidura segera berlari kearahnya, hal yang sama dia lakukan saat Kunti terjatuh dan tak sadarkan diri di hari pertunjukan keahlian para Pangeran Hastina karena melihat Radheya berhadap hadapan dengan Arjuna.
Yudhisthira tidak bisa memikirkan semua itu, ia berdiri dengan tatapan kosong memandang mereka semua, dia terus bergumam
"Radheya adalah kakakku, dan kami telah membunuhnya..."
Dia melihat Arjuna yang menangis berlari kearahnya
" Apa yang telah aku lakukan? Oh Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? bagaimana aku bisa hidup setelah semua ini terjadi? aku telah membunuh kakakku! Kakakku! .....aku telah membunuh kakakku...!!"
Arjuna berteriak, dia tak sanggup untuk berdiri lalu terduduk di tanah dengan terus berteriak
" aku telah membunuh kakakku !! dan aku telah bangga karena aku telah membunuhnya " Arjuna jatuh tak sadarkan diri.
Krishna dan Yudhisthira mendekati Arjuna, kesedihan Yudhisthira begitu menakutkan, ia bergetar seperti orang yang terserang demam. Bhima duduk disamping Arjuna, ia begitu sangat terkejut tubuhnya menjadi lemas seperti seorang anak kecil yang tiba-tiba menjadi tua.
masih segar dalam ingatan Bhima pada hari pertunjukkan saat dia mengetahui Radheya seorang SutaPutra , Bhima telah berkata
" wahai Sutaputra.. dengarkanlah, kau tidak pantas dibunuh oleh Arjuna, buanglah busurmu, kau tidak pantas memegangnya dan ambil cemeti yang lebih pantas untukmu.... "
seiring dengan itu ucapan Duryodhana kembali terngiang
" aku kasihan padamu Bhima karena kurang mengerti, lihatlah pemuda ini ( Radheya ) dia penuh dengan sifat yang ada pada diri Kshatriya ya... hanya pada Kshatriya, tidakkah kau lihat? tidakkah kau bisa merasakan kalu dia seorang Kshatriya? aku telah menjadikannya Raja Anga tapi aku tahu dia tidak pantas mendapatkannya.
dia pantas menjadi penguasa Dunia, ia terlahir untuk menjadi orang yang baik, kau tidak mampu atau tidak cukup agung hingga kau bisa mengenalinya "
kata kata Duryodhana membakar pikiran Bhima sekarang, ya... dia memang tidak cukup agung untuk menyadari keagungan Radheya. Bhima menangis hingga tubuhnya bergetar hebat
Bhima tidak bisa berkata apa apa lagi, yang ada hanya kesedihan dan tidak ada apapun lainnya.
Nakula memikirkan pertarungannya dengan Radheya, ia dengan jelas mengingat kata kata Radheya yang saat itu membuat Nakula ingin mati karena tak sanggup menahan penghinaan. Radheya telah berkata :
"suatu hari... suatu hari Nakula, kau akan bangga bahwa Radheya telah menghinamu"
Nakula meneteskan air mata dalam kebisuan... ya, saat penghinaan itu kini menjadi saat yang paling berharga dalam hidupnya.
Sahadeva tidak mungkin bisa melupakan pertarungannya dengan Radheya,, ia ingat cibiran di bibir Radheya dan tingkah lakunya yang tenang, tidak tampak bagi Sahadeva kalau Radheya tengah bertarung dengannya, Radheya seperti seorang kakak yang sedang melatih Adiknya untuk bertarung dengan baik.
Pandava memberi hormat dengan penuh kesedihan.
Kunti disadarkan dengan percikan air dan wewangian, untuk pertama kali dalam hidupnya Yudhisthira tidak memperhatikan ibunya, dia tidak bisa melihat seorang ibu yang telah melakukan ketidakadilan ini pada Radheya dan juga kepada Pandava. Yudhisthira pergi lalu duduk disebelah Arjuna dan Krishna, tiba tiba dia ingat saat itu, ya saat itu..... saat hari Radheya tewas, Yudhisthira ingat dia telah memanggil Radheya "Sutaputra", Yudhisthira memalingkan wajahnya kearah Kunti
"Apakah Radheya tahu mengenai semua ini? apakah ia tahu siapa dirinya?"
"Ya" jawab Krishna
Yudhisthira memandang Krishna, semua Pandava melihat kearahnya. Yudhisthira bertanya
"apakah kau tahu mengenai hal ini Krishna?
"ya" jawab Krishna
Tidak memungkinkan bagi Pandava untuk berkata sepatah katapun setelah itu, Radheya tahu bahwa dirinya bukanlah Sutaputra tapi putra Surya dan Kunti, dan ia membiarkan saudaranya menghinanya dengan nama itu. Yudhisthira memukul kepalanya dalam kemarahan, ia berkata
" saat hari Radheya gugur, begitu aku mendengarnya aku lari ke medan perang
untuk melihat apakah ia benar benar tewas. aku sangat bahagia melihat Radheya tewas. Ibu........, bagaimana kau tega melakukan hal ini kepada kami, mencintai dan menyayangi kami dengan caramu seperti itu?"
Hanya sekejap Yudhisthira melihat wajah ibunya, Kunti terlihat sangat sedih dan tidak ingin mengucapkan sepatah katapun lagi ,Kunti sudah sangat menderita.
Yudhisthira pergi sendiri, berdiri di tepi sungai Ganga. seakan akan persembahan air suci itu telah terbayar hanya dengan air mata Yudhisthira, kematian Abhimanyu dan putra putra Draupadi terlupakan dalam malapetaka besar yang menimpa Pandava, mereka telah membunuh saudara mereka. itulah satu satunya pikiran yang ada dalam benak mereka ketika meninggalkan sungai Ganga menuju ibukota kerajaan bersama Satyaki dan Krishna. Gandhari, Kunti dan Draupadi dll
# Kesedihan Yudhisthira
Mereka harus pergi dari kota kerajaan selama satu bulan, dan mereka tidak dapat kembali ke kota kerajaan selama proses pemakaman selesai dilaksanakan, mereka semua tinggal dirumah-rumah sementara yang dibangun ditepi sungai gangga, Vyasa Narada berbicara padanya. Ia berkata
“mengapa engkau sangat sedih? Dengan berkat Krishna dan bantuan saudara-saudaramu yang pemberani dan juga Pancala, kau sekarang menjadi penguasa dunia. Tahun-tahun penderitaamu kini telah berakhir, aku merasa sangat bahagia dan mengucapkan selamat atas keberhasilanmu.
Kesedihan Yudhisthira muncul ia berkata “Tuanku aku tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia semua kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kami semua hilang karena kami telah diberitahukan bahwa Radheya adalah saudara kami, mengapa kau biarkan semua ini terjadi? Ibuku mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganya di medan perang, ia memintanya untuk bersamanya dan juga dengan saudara-saudaranya, tetapi ia tidak mau dan Krsna bertanya padanya dan ia berkata ia tidak akan mengecewakan sahabat dan majikanya Dhuryodhana, dengan bergantung pada Radheya ia telah memulai peperangan, tidak setia pada raja dan tidak menjalankan kewajiban adalah sifat yang sangat bertentangan dengan sifat saudara kami. Ia sangat bingung dan menderita ketika mengetahui bahwa Pandawa adalah sanak saudaranya, tetapi ia tidak akan pernah menyimpang terhadap kewajiban yang harus ia lakukan, Yudhistira berkata ia adalah orang yang sangat baik dan kami telah membunuhnya, betapa menyedihkanya takdir ini, guru yang telah memisahkan kami, ia tau bahwa kami adalah saudaranya dan ia tidak ingin kami tahu tentang hal ini.
Aku ingat hari dimana pada saat aku berada di Hastinapura Draupadi yang dihina oleh mereka semua terutama oleh Radheya. Aku sangat marah padanya, aku sangat malu dan terhina, aku memalingkan mataku padanya, aku tidak dapat memandangnya namun ketika ku lihat kakinya, semua amarah ku hilang begitu saja, kami sangat penasaran dengan semua kesamaan ini, selama bertahun-tahun aku mencoba untuk memecahkan masalah ini, dan lagi-lagi aku mencoba untuk memecahkan masalah ini namun tak dapat ku selesaikan permasalahan ini. Bagaimana bisa kaki Radheya Sutaputra itu mirip dengan kaki Ibunya? Guru ketika aku ketahui sekarang mengapa kakinya mirip dengan kaki ibuku, hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa hati ini bahagia ketika kami mengetahui bahwa kami telah membunuh seseorang yang agung seperti dirinya, Radheya yang seharusnya menjadi Raja kerajaan kuru, kini aku tidak bisa menghibur diri lagi.
Ibuku mengatakan ia memberikan anugrah yang ia inginkan dan ia mengatakan bahwa tidak akan membunuh Pandawa yang manapun terkecuali Arjuna karena ia harus bertarung dengan Arjuna, itulah jalan satu-satunya untuk membahagiakan hati Duryodhana, kini baru aku sadari mengapa ia tidak membunuh Bhima ketika Jayadratha kalah, ia mengampuni Bhima tanpa membunuhnya. Tetapi ia harus menghinanya, malam itu ia bertarung dengan Sahadeva, hari berikutnya Nakula. Pada hari terakhir hidupnya, ia bertarung denganku kami dibiarkan hidup, ia tidak membunuh kami karena ia tidak mau melakukannya, betapa baik dan mulia saudara yang kami miliki, dan Arjuna telah membunuhnya ketika ia tidak siap untuk bertarung! Aku tidak bisa mengampuni diriku karena kebiadapan ini, kami telah menjadi orang yang paling jahat yang telah bertempur dalam perang ini.
Naradha menenangkan hatinya. Ia berkata bahwa Radheya tidak mungkin dibunuh oleh siapapun, hal ini di karenakan dua Brahmana dan campur tangan kehidupan Radheya dengan lengkap dengan semua tragedi yang di alaminya. Ini cerita tentang yang mulia yang menyucikan meraka yang cukup beruntung mengenalnya, hal ini membuat pandawa semakin sedih, ceritra ini membuat mereka rendah hati, hal ini membuat mereka menyadari bahwa jalan Tuhan sangat misterius tetapi kesedihan tidaklah pernah meninggalkan hatinya, ini adalah luka baru yang tidak akan pernah dapat disembuhkan.
Yudhistira tidak pernah dapat memamaafkan ibunya karena ke tidak adilanya yang telah ia lakukan pada Radheya dan juga pada mereka semua, ia mengutuk semua wanita. Ia berkata bahwa sejak saat itu wanita tidak akan mampu menyimpan rahasia ini karena Kunti telah menyimpan rahasia itu dengan baik yang membuat malapetaka ini terjadi, tidak ada cara untuk menenangkan hati para pandawa.
Ungkapa yg sudah tiada gunanya lg tetap aja Kunti dan Keishna adalah bejat tdk manusiawi bermoral rendah dgn akhlak sprt hewan kalopun mereka manusia dgn perasaaan iblis sangat munafik ketiganya yg mana Kunti dan Krishna hanya diam rahasia tanpa ungkapan saat Karna masih hidup sdg Pandawa Lima hanya hinaan kebencian dendanbdan niatnya utk membunuh Karna.
BalasHapusMembuang anak sama halnya membunuh anak juga Krishna bejat dan munafik akhlak tdk bermoral dan tdk manusiawi.
BalasHapusJalan Tuhan tidak misterius dianya aja menuruti nafsu dgn kesombongan ditambah keberpihakan Krishna yg Sakti Dewa Jin Bacot Pandawa bangga gede kepala takut kalo Krishna tdk berpihak pd Pndw 5 Munafiknya Kunti bahwa Pandawa Lima bukan keturunan darah daging Pandu melainkan Anugerah Para Dewa.yg angkuh
BalasHapusLove Karn's character
BalasHapusItulah mahabarata.tidak ada yang sepenuhnya benar dan sepenuhnya salah.semua abu abu,kita hanya bisa mengambil pelajarannya.
BalasHapus