Bhisma, Arjuna, Dorna dan Karna.
Siapakah Ksatria yang terbaik dan terkuat..??
Inilah analisanya berdasarkan buku Mahabharata asli
1. Arjuna mengalahkan semua Ksatria seorang diri dengan kusir yg tidak berpengalaman.
kecuali mengalahkan Bisma dalam perang Virata.
(saat itu Bisma tidak terpengaruh oleh senjata bius Arjuna, sementara semua ksatria dibuat pingsan dengan senjata itu.Tapi Bisma bertindak seolah-olah pingsan untuk membuat pertempuran berakhir).
Ini membuktikan kekuatan Arjuna, tetapi juga kekuatan Bisma.
2. Ketika Drona berencana menangkap Yudistra, Drona mengatakan kepada Duryodana bahwa ia tidak akan mampu menangkap atau bahkan pergi ke dekat Yudistra jika Arjuna ada di sana (Jadi kemudian Arjuna ditantang oleh Susarman dan dibawa menjauh dari Yudistira ke medan pertempuran untuk membantu Misi Drona yang akan menangkap Raja Yudistira).
Suatu hari ketika Drona hendak menangkap Yudistra, Arjuna datang kembali ke tempat Yudistira dan membuat Drona mundur (Ketika itu Duryodana memarahi Drona karena gagal menangkap Yudistira,
Dan Drona menjawab "Aku sudah bilang, Saya tidak bisa menangkap Yudistira selama Arjuna ada di dekatnya)
Drona selalu menganggap Arjuna lebih kuat dari dia.
3. Drona sangat dikhususkan oleh Arjuna, dan ketika Arjuna bertempur melawan Drona, Arjuna hanya mencoba untuk bertempur secara defensif (Bertahan) Karena Arjuna tidak ingin menyakitinya. (Telah diulas beberapa kali dalam versi mahabharata asli Vyasa yang terjemahan oleh KMG).
Kemudian saat Arjuna diminta untuk membunuh Drona, dan saat itu Arjuna berkata. "Aku akan bunuh diri daripada membunuh guru saya"
4. Pada hari Arjuna membunuh Jayadrata, Arjuna mampu melewati Drona dan Karna (Radheya) dan ketika Duryodana meminta Drona untuk menembakan panahnya pada arjuna, Drona mengatakan kepadanya. "Aku tidak bisa menghentikan Arjuna karena Arjuna mempunyai kecepatan dalam memanah yg lebih tinggi dari saya "
5. Arjuna mengalahkan Karna dalam perang Virata,
Kemudian saat sayembara Drupadi (ketika Karna menyerang Arjuna, busur Karna di patahkan Arjuna dan membuat Karna menghentikan perang).
Karna juga melarikan diri dalam perang melawan raksasa Citrasena.sedangkan Arjuna memenangkan pertempuran itu melawan Citrasena dan membebaskan Duryodana (Peristiwa ini terjadi setelah pandawa kalah dadu, kalau film Mahabharata versi Br Chopra, adegan ini ada, tp kalau versi ANTV gak ada)
Karna (Radheya) tak pernah mengalahkan Arjuna dalam pertempuran menurut aslinya buku Mahabharata.
(Karna hanya mengandalkan Senjata 'Shakthi' nya untuk membunuh Arjuna karena ia tahu ia tidak bisa membunuh Arjuna dengan keterampilan.
tapi Arjuna juga punya Pasupatha (Pasopati) senjata yang bisa membunuh Karna, namun Arjuna tidak hanya mengandalkan senjata astra illahi nya untuk memenangkan pertempuran melawan musuh tetapi juga menggunakan ketrampilannya
(Dalam buku versi asli Mahabharata di kisahkan arjuna tak pernah sekalipun menggunakan senjata pasupatha sama sekali dalam pertempuran karena efeknya yg teramat dasyat,
Senjata ini tidak boleh digunakan melawan musuh yang lebih lemah atau dengan prajurit lebih lemah, di kisahkan Pashupatastra mampu menghancurkan penciptaan dan menaklukkan semua makhluk.
Senjata ini tidak pernah digunakan oleh Arjuna karena akan menghancurkan seluruh dunia.
Arjuna membunuh Jayadrata dan Karna menggunakan panah Anjalika)
(kalau Film mahabharata versi chopra, ada adegan arjuna pernah mau mencoba senjata pasuphatastra ketika ingin menunjukan pada para pandawa yg lain,tp kemudian ada suara dari langit yg mengatakan pada Arjuna agar jangan merusak alam semesta. Akhirnya arjuna tidak jd menunjukkan senjata ini pada saudara2nya, dan dalam film ini pun arjuna tak pernah menggunakan senjata ini sama sekali )
6. Karna pernah dikalahkan oleh Bhima dan Setyaki dalam beberapa duel pertempuran Mahabharata., Tapi, Bhima atau Setyaki tak pernah bisa mengalahkan Bisma.
Mereka melarikan diri setelah mereka bertempur dan kalah dengan Bisma.
7. Abimanyu membuat Karna dan Drona jatuh dan terluka saat ia menembus formasi Chakravyuga.
Mereka tidak bisa menghentikan
Abimanyu yg agresif (patahnnya busur Abimanyu saat itu di karenakan ia di serang dari belakang oleh Karna, karena Karna tidak bisa menghadapinya dari depan).
Tapi Abimanyu tidak pernah bisa mengalahkan Bisma dalam duel mereka selama pertempuran sepuluh hari pertama dalam pertempuran
8. Saat putra Karna (Vrishasena) tewas oleh Arjuna di depan mata Karna sebagai balas dendam atas peran Karna dalam pembunuhanan Abimanyu yang di lakukan dengan cara yang curang (yaitu memanah abimanyu dari belakang saat abimanyu di keroyok)
Dan saat itu Karna tidak bisa mengalahkan Arjuna dan melindungi anaknya.
Sebagian besar catatan di atas tidak dapat ditemukan dalam serial Mahabharata TV atau ringkasan Buku Mahabharata yg biasanya tersedia di pasaran umum
# Insiden 1,2,3,4, membuktikan bahwa Arjuna adalah lebih kuat dari Drona.
# Insiden 1,4,5,8 membuktikan Arjuna lebih kuat dari Karna.
# Insiden 1, 7 membuktikan bahwa Bisma lebih kuat dari Drona.
# Insiden 1, 6, 7 membuktikan bahwa Bisma lebih kuat dari Karna.
# Bisma vs Arjuna siapa yang lebih kuat ??
Arjuna tak pernah mengalahkan Bisma (Dalam perang yg adil) dan Bisma tak pernah mengalahkan Arjuna juga.
Selain itu tidak ada Ksatria besar lainnya dari Mahabharata yg dpt mengalahkan Arjuna atau Bisma. (Hal ini sesuai cerita aslinya dari kisah Mahabharata).
Ini adalah pendapat besar berdasarkan Fakta-fakta yang disajikan dalam buku aslinya. karena, tidak ada bukti yg menunjukkan Keunggulan Arjuna atas Bisma atau Keunggulan Bisma atas Arjuna.
Karena Mereka gagal untuk mengalahkan satu sama lainnya dalam semua pertempuran
# Karna dan Drona memang pejuang besar dan kekuatannya mendekati Bisma atau Arjuna.
Akan tetapi,tidak lebih baik dari atau sama dengan Arjuna atau Bisma.
# Pada kisah2 Karna Vs Arjuna
Bagi orang-orang yang tidak membaca secaia lengkap buku Mahabharata, Karna (Radheya) akan terlihat lebih kuat dari kisah yg sebenarnya yg ada pada buku Mahabharata asli.
Semua Ini adalah karya penulis dan pembuat film yang dibuat seolah- olah Karna terlihat sedikit lebih kuat, karena Karakter Karna di anggap lebih menarik karena menggambarkan kisah perjuangan yg sesuai dengan jaman ini
(sosok Karna dibuat sebagai pahlawan modern)
begitulah ia telah sering dibesar-besarkan.
Tentu saja Karna memang seorang pejuang besar dan kekuatannya hampir sama dengan Arjuna,
Akan tetapi kekuatannya di gambarkan sedikit berlebihan hingga saat ini.
Waktu itu Saya juga menganggap bahwa Karna lebih kuat daripada Arjuna, sampai akhirnya saya membaca dan meneliti lengkap buku Mahabharata asli secara lengkap
Kisah Tragis Karna pertama kali muncul pada awal 1960-an, ada film klasik berjudul Karnan dengan segala tragedi nya yg menceritakan tentang Karnan, di mana adegan pembunuhan Karnan dalam perang telah dibuat dengan dramatis dan penuh kepedihan.
Dan ketika jaman digital (Modern) ini, Ketika film lama (jadul) tersebut ketika di buat ke versi baru yg lebih modern, telah berjalan sukses melanjutkan kisah tragedi Karna, adalah bukti untuk melanjutkan popularitas mitos Karna bahkan hingga saat ini
(Cat : ini adalah artikel dari luar negeri, kemudian saya artikan dalam bahasa Indonesia menurut sepengatuhan saya. mohon di maafkan kalau kata2 translatnya gak beraturan dan menjadi EYD yg kurang baik, kemudian soal film mahabharata versi chopra atau versi ANTV.. Itu saya sendiri yg menambahkan)
Rabu, 21 Mei 2014
Minggu, 18 Mei 2014
Di ambil dari KARNA PARWA (Bagian dari MAHABHARATA)
Kesedihan Duryodhana setelah kematian Radheya (Karna) di tangan Arjuna
Radheya telah gugur...... berkali kali Duryodhana bergumam, malam sebelumnya dia masih bersama, Duryodhana ingat malam itu sewaktu Radheya pergi meninggalkan tendanya lalu di pintu keluar dia berbalik dan berlari kearahnya tuk memeluknya, mereka menangis bersama dalam keharuan.....
Duryodhana tidak menduga kalau pelukan Radheya adalah tanda perpisahan untuknya, kini dia menyadari kalau dia hidup di dunia tanpa lagi ditemani oleh sahabatnya.
Duryodhana tidak ingin memikirkan apa apa lagi, ia memikirkan saat-saat perlombaan ketangkasan pangeran Kuru saat itulah pertama kali dia melihat Radheya dan kini ia ingin sekali melihat sahabatnya.
Dalam kesunyian malam seorang diri dia menuju tempat dimana Radheya tewas. Duryodhana tak tahan lagi melihat tubuh sahabatnya yang sudah tidak bernyawa, dia berpikir dirinya akan gila. Duryodhana berlari menyeberangi medan pertempuran dalam kegelapan malam menuju tempat kakeknya Bhisma
Duryodhana bersujud dihadapan sang kakek yang berbaring diatas ranjang panahnya lalu menangis sebagai curahan kesedihannya, perlahan Bhisma membuka matanya memandang cucunya penuh kasih sayang dan rasa iba
" janganlah kau tangisi, berbahagialah karena Radheya telah mencapai surga . ia adalah seorang Kshatriya dan mati layaknya Kshatriya"
Duryodhana tercengang , matanya yang merah karena kesedihan kini berbinar
"Jadi selama ini aku benar, Kakek dari dulu aku merasa bahwa Radheya adalah seorang Ksatriya dan kini kau mengatakan hal yang sama, katakanlah padaku Kakek siapa sebenarnya Radheya, aku sangat ingin mengetahuinya aku akan melenyapkan noda yang melekat pada dirinya, setidaknya hanya ini yang bisa kau lakukan untuk sahabatku yang telah mati untukku..... katakanlah padaku kakek"
Bhisma berkata
"aku tahu siapa dirinya, tapi aku tidak bisa memberitahumu kecuali kau berjanji untuk tetap menyimpan rahasia ini, ini adalah permintaan Radheya sendiri dia memintaku untuk tidak menceritakan kepada siapapun kecuali dia sudah mati. kini Radheya telah mati dan kaupun harus menjaga rahasia ini sampai kau mati"
Duryodhana sangat kebingungan, dia pun berkata
"bila Radheya menginginkan hal itu dirahasiakan maka aku pasti akan melakukannya, aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun"
Bhisma tersenyum dan diam sesaat .... lalu bertanya
"Duryodhana beriaplah untuk terkejut, apakah kau mampu bertahan ?"
Duryodhana tersenyum getir menatap sang kakek
"setelah melihat mayat Radheya aku masih hidup ,apa tidak cukup membuktikan bahwa hatiku cukup kuat menghadapi hal ini ? aku siap mendengarkan apapun sekarang, katakanlah padaku ... siapa Radheya ?
Lalu Bhisma berkata
"Aku akan mengatakan kebenaran ini, Duryodhana kuatkanlah hatimu... sahabatmu bukan Radheya , ia adalah Kaunteya (Sebutan untuk putra Kunti)
Rasa nyeri dan perih tiba-tiba menusuk perasaan Duryodhana, kebenaran itu seakan-akan menampar wajahnya, dalam keterkejutan Duryodhana memegang tangan Bhisma
"Apa..... jadi Pandava adalah saudara Radheya?kakek ... katakanlah segalanya padaku "
Bhisma lalu menceritakan kisah hidup Radheya berawal dari pertemuan Kunti dengan Surya, lalu dibuangnya Radheya dalam kotak kayu sehingga ditemukan oleh Athiratha, tentang nama Radheya yang dengan bangga dia sandang dan memutuskan untuk selamanya memakai nama itu, untuk menghormati ibunya Radha yang karena cinta kasihnya membuat dadanya seketika mengeluarkan air susu.
Bhisma juga menceritakan kisah Radheya menuntut ilmu pada Bhargava setelah di tolak oleh Drona karena dia seorang Sutaputra, berikut tragedi yang menimpanya mulai dari kutukan sang Guru, seorang brahmana lalu kunjungan Indra yang meminta Kundala dan Kavachanya, dan terakhir Bhisma menceritakan tentang pertemuan Krishna dengan Radheya dan kunjungan Kunti
Duryodhana terhenyak tiada mampu berkata kata, ia mendengar semua mengenai cinta Radheya kepadanya, Bhisma telah memberi tau segalanya. air matanya berlinang jatuh di tangan kakeknya, dengan suara parau Duryodhana kemudian berkata
"Radheya tau..... tapi tidak mau membela saudaranya karena dia sangat mencintai aku... ?? Tuhan.... mengapa aku tidak mati ? Radheya sahabatku, aku akan segera menemuimu secepatnya... aku tidak bisa hidup tanpamu...
Bhisma berusaha menenangkan dan menghibur cucunya yang tenggelam dalam kesedihan. namun Duryodhana berusaha menguatkan dirinya dan berkata
"Pikiranku telah disucikan dari semua dosa setelah mendengar cerita tentang orang yang paling mulia yang pernah hidup, aku bisa mati dengan senyuman dibibirku, tak ada yang bisa melukaiku lagi.
Aku mempelajari hal ini dari Radheya, aku telah terbebas dari ikatan rasa cinta terhadap kerajaanku, aku ingin berbagi dengan Radheya aku sekarang tidak peduli dengan apapun
Aku hanya meninginkan satu hal kakek ... Kematian.... aku akan mati layaknya Ksatriya, kau akan bangga padaku kakek, aku akan pergi sekarang untuk mempersiapkan kematianku
Duryodhana berdiri lalu mohon pamit kepada Bhisma lalu dengan langkah pasti berjalan meninggalkan Bhisma tanpa berbalik lagi.
Kesedihan Duryodhana setelah kematian Radheya (Karna) di tangan Arjuna
Radheya telah gugur...... berkali kali Duryodhana bergumam, malam sebelumnya dia masih bersama, Duryodhana ingat malam itu sewaktu Radheya pergi meninggalkan tendanya lalu di pintu keluar dia berbalik dan berlari kearahnya tuk memeluknya, mereka menangis bersama dalam keharuan.....
Duryodhana tidak menduga kalau pelukan Radheya adalah tanda perpisahan untuknya, kini dia menyadari kalau dia hidup di dunia tanpa lagi ditemani oleh sahabatnya.
Duryodhana tidak ingin memikirkan apa apa lagi, ia memikirkan saat-saat perlombaan ketangkasan pangeran Kuru saat itulah pertama kali dia melihat Radheya dan kini ia ingin sekali melihat sahabatnya.
Dalam kesunyian malam seorang diri dia menuju tempat dimana Radheya tewas. Duryodhana tak tahan lagi melihat tubuh sahabatnya yang sudah tidak bernyawa, dia berpikir dirinya akan gila. Duryodhana berlari menyeberangi medan pertempuran dalam kegelapan malam menuju tempat kakeknya Bhisma
Duryodhana bersujud dihadapan sang kakek yang berbaring diatas ranjang panahnya lalu menangis sebagai curahan kesedihannya, perlahan Bhisma membuka matanya memandang cucunya penuh kasih sayang dan rasa iba
" janganlah kau tangisi, berbahagialah karena Radheya telah mencapai surga . ia adalah seorang Kshatriya dan mati layaknya Kshatriya"
Duryodhana tercengang , matanya yang merah karena kesedihan kini berbinar
"Jadi selama ini aku benar, Kakek dari dulu aku merasa bahwa Radheya adalah seorang Ksatriya dan kini kau mengatakan hal yang sama, katakanlah padaku Kakek siapa sebenarnya Radheya, aku sangat ingin mengetahuinya aku akan melenyapkan noda yang melekat pada dirinya, setidaknya hanya ini yang bisa kau lakukan untuk sahabatku yang telah mati untukku..... katakanlah padaku kakek"
Bhisma berkata
"aku tahu siapa dirinya, tapi aku tidak bisa memberitahumu kecuali kau berjanji untuk tetap menyimpan rahasia ini, ini adalah permintaan Radheya sendiri dia memintaku untuk tidak menceritakan kepada siapapun kecuali dia sudah mati. kini Radheya telah mati dan kaupun harus menjaga rahasia ini sampai kau mati"
Duryodhana sangat kebingungan, dia pun berkata
"bila Radheya menginginkan hal itu dirahasiakan maka aku pasti akan melakukannya, aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun"
Bhisma tersenyum dan diam sesaat .... lalu bertanya
"Duryodhana beriaplah untuk terkejut, apakah kau mampu bertahan ?"
Duryodhana tersenyum getir menatap sang kakek
"setelah melihat mayat Radheya aku masih hidup ,apa tidak cukup membuktikan bahwa hatiku cukup kuat menghadapi hal ini ? aku siap mendengarkan apapun sekarang, katakanlah padaku ... siapa Radheya ?
Lalu Bhisma berkata
"Aku akan mengatakan kebenaran ini, Duryodhana kuatkanlah hatimu... sahabatmu bukan Radheya , ia adalah Kaunteya (Sebutan untuk putra Kunti)
Rasa nyeri dan perih tiba-tiba menusuk perasaan Duryodhana, kebenaran itu seakan-akan menampar wajahnya, dalam keterkejutan Duryodhana memegang tangan Bhisma
"Apa..... jadi Pandava adalah saudara Radheya?kakek ... katakanlah segalanya padaku "
Bhisma lalu menceritakan kisah hidup Radheya berawal dari pertemuan Kunti dengan Surya, lalu dibuangnya Radheya dalam kotak kayu sehingga ditemukan oleh Athiratha, tentang nama Radheya yang dengan bangga dia sandang dan memutuskan untuk selamanya memakai nama itu, untuk menghormati ibunya Radha yang karena cinta kasihnya membuat dadanya seketika mengeluarkan air susu.
Bhisma juga menceritakan kisah Radheya menuntut ilmu pada Bhargava setelah di tolak oleh Drona karena dia seorang Sutaputra, berikut tragedi yang menimpanya mulai dari kutukan sang Guru, seorang brahmana lalu kunjungan Indra yang meminta Kundala dan Kavachanya, dan terakhir Bhisma menceritakan tentang pertemuan Krishna dengan Radheya dan kunjungan Kunti
Duryodhana terhenyak tiada mampu berkata kata, ia mendengar semua mengenai cinta Radheya kepadanya, Bhisma telah memberi tau segalanya. air matanya berlinang jatuh di tangan kakeknya, dengan suara parau Duryodhana kemudian berkata
"Radheya tau..... tapi tidak mau membela saudaranya karena dia sangat mencintai aku... ?? Tuhan.... mengapa aku tidak mati ? Radheya sahabatku, aku akan segera menemuimu secepatnya... aku tidak bisa hidup tanpamu...
Bhisma berusaha menenangkan dan menghibur cucunya yang tenggelam dalam kesedihan. namun Duryodhana berusaha menguatkan dirinya dan berkata
"Pikiranku telah disucikan dari semua dosa setelah mendengar cerita tentang orang yang paling mulia yang pernah hidup, aku bisa mati dengan senyuman dibibirku, tak ada yang bisa melukaiku lagi.
Aku mempelajari hal ini dari Radheya, aku telah terbebas dari ikatan rasa cinta terhadap kerajaanku, aku ingin berbagi dengan Radheya aku sekarang tidak peduli dengan apapun
Aku hanya meninginkan satu hal kakek ... Kematian.... aku akan mati layaknya Ksatriya, kau akan bangga padaku kakek, aku akan pergi sekarang untuk mempersiapkan kematianku
Duryodhana berdiri lalu mohon pamit kepada Bhisma lalu dengan langkah pasti berjalan meninggalkan Bhisma tanpa berbalik lagi.
Minggu, 11 Mei 2014
Persembahan Air Mata untuk Radheya ( Karna putra Surya)
Dhistarastra menunjuk Vidura, Sanjaya dan Dhaumya untuk mempersiapkan kremasi para pahlawan agung yang telah gugur dimedan perang. Dengan cepat kremasi itu selesai. Yudhistira ditemani dengan Dhrtarastra dan yang lainnya, menuju ke tepi sungai Gangga untuk mempersembahkan air suci pada orang yang telah tiada. Mereka semua ada disana: Gandhar, Kunti, dan Draupadi. Para pria tidak memakai perhiasaan dan busana sutera mereka. Mereka memakai busana yang paling sederhana. Dada mereka yang bidang di tutupi dengan busana yang atas yang tipis. Iring-iringan ini perlahan
Keadaan Kunti sangat menyedihkan. Tiga hari yang lalunya Radheya dibunuh oleh Arjuna. Terjadi perayaan yang sangat meriah dalam perkemahan Pandava. Ia mendengar hal itu dari sanjaya. Ketika Sanjaya memberi tahu Dhistarastra mengenai peperangan, tentang kematian Rhadeya, ia mendengarnya. Hatinya dibakar oleh kesedihan.
Saat para istri dan keluarga melakukan kremasi untuk para Pahlawan dan prajurit yang gugur di kurukshetra.
Yudhisthira baru saja selesai melakukan persembahan air suci kepada putra putra Draupadi, ketika Kunti menghampirinya. Kunti tak sanggup menahan semua beban dihati, saat semua orang yang gugur mendapat persembahan air suci dari keluarganya tapi tidak dengan Radheya. tidak ada yang mempersembahkan apapun kepadanya, masih saja dia sebatang kara sama seperti ketika Kunti menghanyutkannya di sungai Gangga.
Dengan lembut Kunti menyentuh bahu Yudhisthira, putra Dharma itupun menoleh lalu membungkuk memberi hormat
" ya ibu, ada apa kau memanggilku ? katakanlah perintahmu
" anakku masih ada seseorang yang belum kau berikan persembahan air suci kata Kunti dengan pelan, membuat Yudhisthira mengangkat alis dan berpikir, Arjuna dengan masih berlinang air mata setelah memberikan persembahan air suci kepada Abhimanyu pun mendekat disusul Pandava yang lain, mereka mengelilingi Kunti dan Yudhisthira.
"masih ada yang belum? tapi Ibu mereka semua sudah mendapat persembahan air suci, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, bagaimana mungkin aku melupakan mereka yang telah bertempur dan gugur untuk mendukungku ?
Kunti terdiam dan menatap wajah Yudhistira, matanya masih merah menahan kesedihannya, lalu Kunti menatap satu persatu putra-putranya yang lain yang masih diliputi kesedihan yang sama. Kunti telah menguatkan hatinya untuk menceritakan sesuatu.... ya sesuatu yang akan membuat Pandava akan lebih terpuruk dalam kesedihan dan penyesalan. sesuatu yang harus dilakukannya, sesuatu yang bisa dia lakukan untuk Radheya, sesuatu yang membuat orang dan dunia terkejut dalam kesedihan. namun setidaknya hanya itu yang Kunti bisa lakukan untuk Radheya.
Krishna yang tahu segalanya menatap Kunti dengan wajah penuh welas asih, Hari ini Kunti akan melakukan sesuatu yang harus dilakukannya, dia telah terlalu menyimpan rahasia ini, dia bahkan diam ketika Radheya gugur, karena Kunti tahu bila Yudhisthira mengetahui jatidiri Radheya dia akan sangat bersedih dan tidak akan mau bertempur lagi, Yudhisthira akan memilih untuk masuk dan hidup di hutan lagi. Krishna pun diam untuk mendengarkan Kunti.
Kunti berkata
"Radheya lah orangnya, kau juga harus melakukan upacara persembahan ini untuknya " ujar Kunti setelah mampu menguatkan hatinya, Para Pandava terkejut, mereka saling memandang satu sama lain
"tapi Ibu, upacara tersebut harus dilakukan oleh ayahnya karena semua putra Radheya (Vrshasena, Satyasena dan Susena ) telah gugur, Ibu katakanlah mengapa aku yang harus melakukan persembahan ini kepada Radheya sutaputra (Sutaputra = sebutan untuk anak kusir, kasta rendah) yang menjadi musuh bebuyutan kami " Yudhisthira bertanya dalam kebingungan, Pandava dan mereka yang ada disana pun kebingungan untuk menerka maksud ucapan Kunti
"Radheya bukanlah Sutaputra, dia seorang Ksatriya" dengan bibir bergetar Kunti berusaha menahan air matanya
"Radheya seorang Ksatriya, Radheya bukan Sutaputra ?" terdengar suara gumam diantara mereka, Yudhisthira terperangah , Kunti menarik nafas dalam dalam, ingin rasanya dia menghirup semua udara di bumi agar Dewa Bayu memberikannya kekuatan untuk menceritakan kegetirannya, lalu ketika semuanya terdiam dalam keheningan Kunti berkata
"Radheya adalah Putra Surya, ibunya adalah seorang wanita bangsawan yang masih muda belia saat Surya memberikan putra ini kepadanya dengan Kavaca dan Kundala ,kau tahu? wanita itu adalah seorang gadis dirumah ayahnya karena takut akan celaan dunia, ia harus menyimpan rahasianya. ketika putranya lahir dia meletakkannya dalam kotak kayu lalu menghanyutkan disungai yang sama : Gangga ini ( mereka berada ditepi sungai Ganga untuk melakukan upacara persembahan itu ).
lalu Atiratha memungut dan memberikan Putera itu kepada istrinya Radha, oleh sebab itu ia bernama Radheya, sebuah nama yang begitu ia cintai dan tidak akan pernah dia ganti dengan nama lain. Ibunya adalah seorang Ksatriya. ia telah melakukan ketidak adilan kepada putera pertamanya, dan ia telah memiliki beberapa anak namun hatinya kosong karena hal ini.
Yudhisthira dan mereka yang ada disana mendengarkan cerita ini, segalanya seperti terlupakan karena mendengar kisah yang menakjubkan ini.
Yudhistira berkata
" Ibu....., siapakah ibu Radheya? siapakah wanita yang begitu keji yang telah membuang anaknya di sungai Ganga saat dia lahir? Siapakah wanita yang telah menghancurkan hidup dari seorang pria yang agung ? kau pasti sangat mengenalnya karena telah menceritakan tentang sebuah kejahatan dengan sangat lengkap, siapakah Ibu... ??
Semua memandang kearah Kunti, wanita itupun memandang mereka semua, dia melihat Krishna menatapnya dengan penuh kasih sayang seakan akan memberikannya kekuatan untuk mengucapkan sebuah kebenaran meski teramat pahit.
Lalu Kunti berkata
" wanita itu masih hidup ..... akulah wanita itu, Radheya adalah Putraku..... Radheya adalah Putraku yang Pertama
Lalu Kunti jatuh tak sadarkan diri, Vidura segera berlari kearahnya, hal yang sama dia lakukan saat Kunti terjatuh dan tak sadarkan diri di hari pertunjukan keahlian para Pangeran Hastina karena melihat Radheya berhadap hadapan dengan Arjuna.
Yudhisthira tidak bisa memikirkan semua itu, ia berdiri dengan tatapan kosong memandang mereka semua, dia terus bergumam
"Radheya adalah kakakku, dan kami telah membunuhnya..."
Dia melihat Arjuna yang menangis berlari kearahnya
" Apa yang telah aku lakukan? Oh Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? bagaimana aku bisa hidup setelah semua ini terjadi? aku telah membunuh kakakku! Kakakku! .....aku telah membunuh kakakku...!!"
Arjuna berteriak, dia tak sanggup untuk berdiri lalu terduduk di tanah dengan terus berteriak
" aku telah membunuh kakakku !! dan aku telah bangga karena aku telah membunuhnya " Arjuna jatuh tak sadarkan diri.
Krishna dan Yudhisthira mendekati Arjuna, kesedihan Yudhisthira begitu menakutkan, ia bergetar seperti orang yang terserang demam. Bhima duduk disamping Arjuna, ia begitu sangat terkejut tubuhnya menjadi lemas seperti seorang anak kecil yang tiba-tiba menjadi tua.
masih segar dalam ingatan Bhima pada hari pertunjukkan saat dia mengetahui Radheya seorang SutaPutra , Bhima telah berkata
" wahai Sutaputra.. dengarkanlah, kau tidak pantas dibunuh oleh Arjuna, buanglah busurmu, kau tidak pantas memegangnya dan ambil cemeti yang lebih pantas untukmu.... "
seiring dengan itu ucapan Duryodhana kembali terngiang
" aku kasihan padamu Bhima karena kurang mengerti, lihatlah pemuda ini ( Radheya ) dia penuh dengan sifat yang ada pada diri Kshatriya ya... hanya pada Kshatriya, tidakkah kau lihat? tidakkah kau bisa merasakan kalu dia seorang Kshatriya? aku telah menjadikannya Raja Anga tapi aku tahu dia tidak pantas mendapatkannya.
dia pantas menjadi penguasa Dunia, ia terlahir untuk menjadi orang yang baik, kau tidak mampu atau tidak cukup agung hingga kau bisa mengenalinya "
kata kata Duryodhana membakar pikiran Bhima sekarang, ya... dia memang tidak cukup agung untuk menyadari keagungan Radheya. Bhima menangis hingga tubuhnya bergetar hebat
Bhima tidak bisa berkata apa apa lagi, yang ada hanya kesedihan dan tidak ada apapun lainnya.
Nakula memikirkan pertarungannya dengan Radheya, ia dengan jelas mengingat kata kata Radheya yang saat itu membuat Nakula ingin mati karena tak sanggup menahan penghinaan. Radheya telah berkata :
"suatu hari... suatu hari Nakula, kau akan bangga bahwa Radheya telah menghinamu"
Nakula meneteskan air mata dalam kebisuan... ya, saat penghinaan itu kini menjadi saat yang paling berharga dalam hidupnya.
Sahadeva tidak mungkin bisa melupakan pertarungannya dengan Radheya,, ia ingat cibiran di bibir Radheya dan tingkah lakunya yang tenang, tidak tampak bagi Sahadeva kalau Radheya tengah bertarung dengannya, Radheya seperti seorang kakak yang sedang melatih Adiknya untuk bertarung dengan baik.
Pandava memberi hormat dengan penuh kesedihan.
Kunti disadarkan dengan percikan air dan wewangian, untuk pertama kali dalam hidupnya Yudhisthira tidak memperhatikan ibunya, dia tidak bisa melihat seorang ibu yang telah melakukan ketidakadilan ini pada Radheya dan juga kepada Pandava. Yudhisthira pergi lalu duduk disebelah Arjuna dan Krishna, tiba tiba dia ingat saat itu, ya saat itu..... saat hari Radheya tewas, Yudhisthira ingat dia telah memanggil Radheya "Sutaputra", Yudhisthira memalingkan wajahnya kearah Kunti
"Apakah Radheya tahu mengenai semua ini? apakah ia tahu siapa dirinya?"
"Ya" jawab Krishna
Yudhisthira memandang Krishna, semua Pandava melihat kearahnya. Yudhisthira bertanya
"apakah kau tahu mengenai hal ini Krishna?
"ya" jawab Krishna
Tidak memungkinkan bagi Pandava untuk berkata sepatah katapun setelah itu, Radheya tahu bahwa dirinya bukanlah Sutaputra tapi putra Surya dan Kunti, dan ia membiarkan saudaranya menghinanya dengan nama itu. Yudhisthira memukul kepalanya dalam kemarahan, ia berkata
" saat hari Radheya gugur, begitu aku mendengarnya aku lari ke medan perang
untuk melihat apakah ia benar benar tewas. aku sangat bahagia melihat Radheya tewas. Ibu........, bagaimana kau tega melakukan hal ini kepada kami, mencintai dan menyayangi kami dengan caramu seperti itu?"
Hanya sekejap Yudhisthira melihat wajah ibunya, Kunti terlihat sangat sedih dan tidak ingin mengucapkan sepatah katapun lagi ,Kunti sudah sangat menderita.
Yudhisthira pergi sendiri, berdiri di tepi sungai Ganga. seakan akan persembahan air suci itu telah terbayar hanya dengan air mata Yudhisthira, kematian Abhimanyu dan putra putra Draupadi terlupakan dalam malapetaka besar yang menimpa Pandava, mereka telah membunuh saudara mereka. itulah satu satunya pikiran yang ada dalam benak mereka ketika meninggalkan sungai Ganga menuju ibukota kerajaan bersama Satyaki dan Krishna. Gandhari, Kunti dan Draupadi dll
# Kesedihan Yudhisthira
Mereka harus pergi dari kota kerajaan selama satu bulan, dan mereka tidak dapat kembali ke kota kerajaan selama proses pemakaman selesai dilaksanakan, mereka semua tinggal dirumah-rumah sementara yang dibangun ditepi sungai gangga, Vyasa Narada berbicara padanya. Ia berkata
“mengapa engkau sangat sedih? Dengan berkat Krishna dan bantuan saudara-saudaramu yang pemberani dan juga Pancala, kau sekarang menjadi penguasa dunia. Tahun-tahun penderitaamu kini telah berakhir, aku merasa sangat bahagia dan mengucapkan selamat atas keberhasilanmu.
Kesedihan Yudhisthira muncul ia berkata “Tuanku aku tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia semua kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kami semua hilang karena kami telah diberitahukan bahwa Radheya adalah saudara kami, mengapa kau biarkan semua ini terjadi? Ibuku mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganya di medan perang, ia memintanya untuk bersamanya dan juga dengan saudara-saudaranya, tetapi ia tidak mau dan Krsna bertanya padanya dan ia berkata ia tidak akan mengecewakan sahabat dan majikanya Dhuryodhana, dengan bergantung pada Radheya ia telah memulai peperangan, tidak setia pada raja dan tidak menjalankan kewajiban adalah sifat yang sangat bertentangan dengan sifat saudara kami. Ia sangat bingung dan menderita ketika mengetahui bahwa Pandawa adalah sanak saudaranya, tetapi ia tidak akan pernah menyimpang terhadap kewajiban yang harus ia lakukan, Yudhistira berkata ia adalah orang yang sangat baik dan kami telah membunuhnya, betapa menyedihkanya takdir ini, guru yang telah memisahkan kami, ia tau bahwa kami adalah saudaranya dan ia tidak ingin kami tahu tentang hal ini.
Aku ingat hari dimana pada saat aku berada di Hastinapura Draupadi yang dihina oleh mereka semua terutama oleh Radheya. Aku sangat marah padanya, aku sangat malu dan terhina, aku memalingkan mataku padanya, aku tidak dapat memandangnya namun ketika ku lihat kakinya, semua amarah ku hilang begitu saja, kami sangat penasaran dengan semua kesamaan ini, selama bertahun-tahun aku mencoba untuk memecahkan masalah ini, dan lagi-lagi aku mencoba untuk memecahkan masalah ini namun tak dapat ku selesaikan permasalahan ini. Bagaimana bisa kaki Radheya Sutaputra itu mirip dengan kaki Ibunya? Guru ketika aku ketahui sekarang mengapa kakinya mirip dengan kaki ibuku, hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa hati ini bahagia ketika kami mengetahui bahwa kami telah membunuh seseorang yang agung seperti dirinya, Radheya yang seharusnya menjadi Raja kerajaan kuru, kini aku tidak bisa menghibur diri lagi.
Ibuku mengatakan ia memberikan anugrah yang ia inginkan dan ia mengatakan bahwa tidak akan membunuh Pandawa yang manapun terkecuali Arjuna karena ia harus bertarung dengan Arjuna, itulah jalan satu-satunya untuk membahagiakan hati Duryodhana, kini baru aku sadari mengapa ia tidak membunuh Bhima ketika Jayadratha kalah, ia mengampuni Bhima tanpa membunuhnya. Tetapi ia harus menghinanya, malam itu ia bertarung dengan Sahadeva, hari berikutnya Nakula. Pada hari terakhir hidupnya, ia bertarung denganku kami dibiarkan hidup, ia tidak membunuh kami karena ia tidak mau melakukannya, betapa baik dan mulia saudara yang kami miliki, dan Arjuna telah membunuhnya ketika ia tidak siap untuk bertarung! Aku tidak bisa mengampuni diriku karena kebiadapan ini, kami telah menjadi orang yang paling jahat yang telah bertempur dalam perang ini.
Naradha menenangkan hatinya. Ia berkata bahwa Radheya tidak mungkin dibunuh oleh siapapun, hal ini di karenakan dua Brahmana dan campur tangan kehidupan Radheya dengan lengkap dengan semua tragedi yang di alaminya. Ini cerita tentang yang mulia yang menyucikan meraka yang cukup beruntung mengenalnya, hal ini membuat pandawa semakin sedih, ceritra ini membuat mereka rendah hati, hal ini membuat mereka menyadari bahwa jalan Tuhan sangat misterius tetapi kesedihan tidaklah pernah meninggalkan hatinya, ini adalah luka baru yang tidak akan pernah dapat disembuhkan.
Yudhistira tidak pernah dapat memamaafkan ibunya karena ke tidak adilanya yang telah ia lakukan pada Radheya dan juga pada mereka semua, ia mengutuk semua wanita. Ia berkata bahwa sejak saat itu wanita tidak akan mampu menyimpan rahasia ini karena Kunti telah menyimpan rahasia itu dengan baik yang membuat malapetaka ini terjadi, tidak ada cara untuk menenangkan hati para pandawa.
Dhistarastra menunjuk Vidura, Sanjaya dan Dhaumya untuk mempersiapkan kremasi para pahlawan agung yang telah gugur dimedan perang. Dengan cepat kremasi itu selesai. Yudhistira ditemani dengan Dhrtarastra dan yang lainnya, menuju ke tepi sungai Gangga untuk mempersembahkan air suci pada orang yang telah tiada. Mereka semua ada disana: Gandhar, Kunti, dan Draupadi. Para pria tidak memakai perhiasaan dan busana sutera mereka. Mereka memakai busana yang paling sederhana. Dada mereka yang bidang di tutupi dengan busana yang atas yang tipis. Iring-iringan ini perlahan
Keadaan Kunti sangat menyedihkan. Tiga hari yang lalunya Radheya dibunuh oleh Arjuna. Terjadi perayaan yang sangat meriah dalam perkemahan Pandava. Ia mendengar hal itu dari sanjaya. Ketika Sanjaya memberi tahu Dhistarastra mengenai peperangan, tentang kematian Rhadeya, ia mendengarnya. Hatinya dibakar oleh kesedihan.
Saat para istri dan keluarga melakukan kremasi untuk para Pahlawan dan prajurit yang gugur di kurukshetra.
Yudhisthira baru saja selesai melakukan persembahan air suci kepada putra putra Draupadi, ketika Kunti menghampirinya. Kunti tak sanggup menahan semua beban dihati, saat semua orang yang gugur mendapat persembahan air suci dari keluarganya tapi tidak dengan Radheya. tidak ada yang mempersembahkan apapun kepadanya, masih saja dia sebatang kara sama seperti ketika Kunti menghanyutkannya di sungai Gangga.
Dengan lembut Kunti menyentuh bahu Yudhisthira, putra Dharma itupun menoleh lalu membungkuk memberi hormat
" ya ibu, ada apa kau memanggilku ? katakanlah perintahmu
" anakku masih ada seseorang yang belum kau berikan persembahan air suci kata Kunti dengan pelan, membuat Yudhisthira mengangkat alis dan berpikir, Arjuna dengan masih berlinang air mata setelah memberikan persembahan air suci kepada Abhimanyu pun mendekat disusul Pandava yang lain, mereka mengelilingi Kunti dan Yudhisthira.
"masih ada yang belum? tapi Ibu mereka semua sudah mendapat persembahan air suci, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, bagaimana mungkin aku melupakan mereka yang telah bertempur dan gugur untuk mendukungku ?
Kunti terdiam dan menatap wajah Yudhistira, matanya masih merah menahan kesedihannya, lalu Kunti menatap satu persatu putra-putranya yang lain yang masih diliputi kesedihan yang sama. Kunti telah menguatkan hatinya untuk menceritakan sesuatu.... ya sesuatu yang akan membuat Pandava akan lebih terpuruk dalam kesedihan dan penyesalan. sesuatu yang harus dilakukannya, sesuatu yang bisa dia lakukan untuk Radheya, sesuatu yang membuat orang dan dunia terkejut dalam kesedihan. namun setidaknya hanya itu yang Kunti bisa lakukan untuk Radheya.
Krishna yang tahu segalanya menatap Kunti dengan wajah penuh welas asih, Hari ini Kunti akan melakukan sesuatu yang harus dilakukannya, dia telah terlalu menyimpan rahasia ini, dia bahkan diam ketika Radheya gugur, karena Kunti tahu bila Yudhisthira mengetahui jatidiri Radheya dia akan sangat bersedih dan tidak akan mau bertempur lagi, Yudhisthira akan memilih untuk masuk dan hidup di hutan lagi. Krishna pun diam untuk mendengarkan Kunti.
Kunti berkata
"Radheya lah orangnya, kau juga harus melakukan upacara persembahan ini untuknya " ujar Kunti setelah mampu menguatkan hatinya, Para Pandava terkejut, mereka saling memandang satu sama lain
"tapi Ibu, upacara tersebut harus dilakukan oleh ayahnya karena semua putra Radheya (Vrshasena, Satyasena dan Susena ) telah gugur, Ibu katakanlah mengapa aku yang harus melakukan persembahan ini kepada Radheya sutaputra (Sutaputra = sebutan untuk anak kusir, kasta rendah) yang menjadi musuh bebuyutan kami " Yudhisthira bertanya dalam kebingungan, Pandava dan mereka yang ada disana pun kebingungan untuk menerka maksud ucapan Kunti
"Radheya bukanlah Sutaputra, dia seorang Ksatriya" dengan bibir bergetar Kunti berusaha menahan air matanya
"Radheya seorang Ksatriya, Radheya bukan Sutaputra ?" terdengar suara gumam diantara mereka, Yudhisthira terperangah , Kunti menarik nafas dalam dalam, ingin rasanya dia menghirup semua udara di bumi agar Dewa Bayu memberikannya kekuatan untuk menceritakan kegetirannya, lalu ketika semuanya terdiam dalam keheningan Kunti berkata
"Radheya adalah Putra Surya, ibunya adalah seorang wanita bangsawan yang masih muda belia saat Surya memberikan putra ini kepadanya dengan Kavaca dan Kundala ,kau tahu? wanita itu adalah seorang gadis dirumah ayahnya karena takut akan celaan dunia, ia harus menyimpan rahasianya. ketika putranya lahir dia meletakkannya dalam kotak kayu lalu menghanyutkan disungai yang sama : Gangga ini ( mereka berada ditepi sungai Ganga untuk melakukan upacara persembahan itu ).
lalu Atiratha memungut dan memberikan Putera itu kepada istrinya Radha, oleh sebab itu ia bernama Radheya, sebuah nama yang begitu ia cintai dan tidak akan pernah dia ganti dengan nama lain. Ibunya adalah seorang Ksatriya. ia telah melakukan ketidak adilan kepada putera pertamanya, dan ia telah memiliki beberapa anak namun hatinya kosong karena hal ini.
Yudhisthira dan mereka yang ada disana mendengarkan cerita ini, segalanya seperti terlupakan karena mendengar kisah yang menakjubkan ini.
Yudhistira berkata
" Ibu....., siapakah ibu Radheya? siapakah wanita yang begitu keji yang telah membuang anaknya di sungai Ganga saat dia lahir? Siapakah wanita yang telah menghancurkan hidup dari seorang pria yang agung ? kau pasti sangat mengenalnya karena telah menceritakan tentang sebuah kejahatan dengan sangat lengkap, siapakah Ibu... ??
Semua memandang kearah Kunti, wanita itupun memandang mereka semua, dia melihat Krishna menatapnya dengan penuh kasih sayang seakan akan memberikannya kekuatan untuk mengucapkan sebuah kebenaran meski teramat pahit.
Lalu Kunti berkata
" wanita itu masih hidup ..... akulah wanita itu, Radheya adalah Putraku..... Radheya adalah Putraku yang Pertama
Lalu Kunti jatuh tak sadarkan diri, Vidura segera berlari kearahnya, hal yang sama dia lakukan saat Kunti terjatuh dan tak sadarkan diri di hari pertunjukan keahlian para Pangeran Hastina karena melihat Radheya berhadap hadapan dengan Arjuna.
Yudhisthira tidak bisa memikirkan semua itu, ia berdiri dengan tatapan kosong memandang mereka semua, dia terus bergumam
"Radheya adalah kakakku, dan kami telah membunuhnya..."
Dia melihat Arjuna yang menangis berlari kearahnya
" Apa yang telah aku lakukan? Oh Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? bagaimana aku bisa hidup setelah semua ini terjadi? aku telah membunuh kakakku! Kakakku! .....aku telah membunuh kakakku...!!"
Arjuna berteriak, dia tak sanggup untuk berdiri lalu terduduk di tanah dengan terus berteriak
" aku telah membunuh kakakku !! dan aku telah bangga karena aku telah membunuhnya " Arjuna jatuh tak sadarkan diri.
Krishna dan Yudhisthira mendekati Arjuna, kesedihan Yudhisthira begitu menakutkan, ia bergetar seperti orang yang terserang demam. Bhima duduk disamping Arjuna, ia begitu sangat terkejut tubuhnya menjadi lemas seperti seorang anak kecil yang tiba-tiba menjadi tua.
masih segar dalam ingatan Bhima pada hari pertunjukkan saat dia mengetahui Radheya seorang SutaPutra , Bhima telah berkata
" wahai Sutaputra.. dengarkanlah, kau tidak pantas dibunuh oleh Arjuna, buanglah busurmu, kau tidak pantas memegangnya dan ambil cemeti yang lebih pantas untukmu.... "
seiring dengan itu ucapan Duryodhana kembali terngiang
" aku kasihan padamu Bhima karena kurang mengerti, lihatlah pemuda ini ( Radheya ) dia penuh dengan sifat yang ada pada diri Kshatriya ya... hanya pada Kshatriya, tidakkah kau lihat? tidakkah kau bisa merasakan kalu dia seorang Kshatriya? aku telah menjadikannya Raja Anga tapi aku tahu dia tidak pantas mendapatkannya.
dia pantas menjadi penguasa Dunia, ia terlahir untuk menjadi orang yang baik, kau tidak mampu atau tidak cukup agung hingga kau bisa mengenalinya "
kata kata Duryodhana membakar pikiran Bhima sekarang, ya... dia memang tidak cukup agung untuk menyadari keagungan Radheya. Bhima menangis hingga tubuhnya bergetar hebat
Bhima tidak bisa berkata apa apa lagi, yang ada hanya kesedihan dan tidak ada apapun lainnya.
Nakula memikirkan pertarungannya dengan Radheya, ia dengan jelas mengingat kata kata Radheya yang saat itu membuat Nakula ingin mati karena tak sanggup menahan penghinaan. Radheya telah berkata :
"suatu hari... suatu hari Nakula, kau akan bangga bahwa Radheya telah menghinamu"
Nakula meneteskan air mata dalam kebisuan... ya, saat penghinaan itu kini menjadi saat yang paling berharga dalam hidupnya.
Sahadeva tidak mungkin bisa melupakan pertarungannya dengan Radheya,, ia ingat cibiran di bibir Radheya dan tingkah lakunya yang tenang, tidak tampak bagi Sahadeva kalau Radheya tengah bertarung dengannya, Radheya seperti seorang kakak yang sedang melatih Adiknya untuk bertarung dengan baik.
Pandava memberi hormat dengan penuh kesedihan.
Kunti disadarkan dengan percikan air dan wewangian, untuk pertama kali dalam hidupnya Yudhisthira tidak memperhatikan ibunya, dia tidak bisa melihat seorang ibu yang telah melakukan ketidakadilan ini pada Radheya dan juga kepada Pandava. Yudhisthira pergi lalu duduk disebelah Arjuna dan Krishna, tiba tiba dia ingat saat itu, ya saat itu..... saat hari Radheya tewas, Yudhisthira ingat dia telah memanggil Radheya "Sutaputra", Yudhisthira memalingkan wajahnya kearah Kunti
"Apakah Radheya tahu mengenai semua ini? apakah ia tahu siapa dirinya?"
"Ya" jawab Krishna
Yudhisthira memandang Krishna, semua Pandava melihat kearahnya. Yudhisthira bertanya
"apakah kau tahu mengenai hal ini Krishna?
"ya" jawab Krishna
Tidak memungkinkan bagi Pandava untuk berkata sepatah katapun setelah itu, Radheya tahu bahwa dirinya bukanlah Sutaputra tapi putra Surya dan Kunti, dan ia membiarkan saudaranya menghinanya dengan nama itu. Yudhisthira memukul kepalanya dalam kemarahan, ia berkata
" saat hari Radheya gugur, begitu aku mendengarnya aku lari ke medan perang
untuk melihat apakah ia benar benar tewas. aku sangat bahagia melihat Radheya tewas. Ibu........, bagaimana kau tega melakukan hal ini kepada kami, mencintai dan menyayangi kami dengan caramu seperti itu?"
Hanya sekejap Yudhisthira melihat wajah ibunya, Kunti terlihat sangat sedih dan tidak ingin mengucapkan sepatah katapun lagi ,Kunti sudah sangat menderita.
Yudhisthira pergi sendiri, berdiri di tepi sungai Ganga. seakan akan persembahan air suci itu telah terbayar hanya dengan air mata Yudhisthira, kematian Abhimanyu dan putra putra Draupadi terlupakan dalam malapetaka besar yang menimpa Pandava, mereka telah membunuh saudara mereka. itulah satu satunya pikiran yang ada dalam benak mereka ketika meninggalkan sungai Ganga menuju ibukota kerajaan bersama Satyaki dan Krishna. Gandhari, Kunti dan Draupadi dll
# Kesedihan Yudhisthira
Mereka harus pergi dari kota kerajaan selama satu bulan, dan mereka tidak dapat kembali ke kota kerajaan selama proses pemakaman selesai dilaksanakan, mereka semua tinggal dirumah-rumah sementara yang dibangun ditepi sungai gangga, Vyasa Narada berbicara padanya. Ia berkata
“mengapa engkau sangat sedih? Dengan berkat Krishna dan bantuan saudara-saudaramu yang pemberani dan juga Pancala, kau sekarang menjadi penguasa dunia. Tahun-tahun penderitaamu kini telah berakhir, aku merasa sangat bahagia dan mengucapkan selamat atas keberhasilanmu.
Kesedihan Yudhisthira muncul ia berkata “Tuanku aku tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia semua kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kami semua hilang karena kami telah diberitahukan bahwa Radheya adalah saudara kami, mengapa kau biarkan semua ini terjadi? Ibuku mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganya di medan perang, ia memintanya untuk bersamanya dan juga dengan saudara-saudaranya, tetapi ia tidak mau dan Krsna bertanya padanya dan ia berkata ia tidak akan mengecewakan sahabat dan majikanya Dhuryodhana, dengan bergantung pada Radheya ia telah memulai peperangan, tidak setia pada raja dan tidak menjalankan kewajiban adalah sifat yang sangat bertentangan dengan sifat saudara kami. Ia sangat bingung dan menderita ketika mengetahui bahwa Pandawa adalah sanak saudaranya, tetapi ia tidak akan pernah menyimpang terhadap kewajiban yang harus ia lakukan, Yudhistira berkata ia adalah orang yang sangat baik dan kami telah membunuhnya, betapa menyedihkanya takdir ini, guru yang telah memisahkan kami, ia tau bahwa kami adalah saudaranya dan ia tidak ingin kami tahu tentang hal ini.
Aku ingat hari dimana pada saat aku berada di Hastinapura Draupadi yang dihina oleh mereka semua terutama oleh Radheya. Aku sangat marah padanya, aku sangat malu dan terhina, aku memalingkan mataku padanya, aku tidak dapat memandangnya namun ketika ku lihat kakinya, semua amarah ku hilang begitu saja, kami sangat penasaran dengan semua kesamaan ini, selama bertahun-tahun aku mencoba untuk memecahkan masalah ini, dan lagi-lagi aku mencoba untuk memecahkan masalah ini namun tak dapat ku selesaikan permasalahan ini. Bagaimana bisa kaki Radheya Sutaputra itu mirip dengan kaki Ibunya? Guru ketika aku ketahui sekarang mengapa kakinya mirip dengan kaki ibuku, hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa hati ini bahagia ketika kami mengetahui bahwa kami telah membunuh seseorang yang agung seperti dirinya, Radheya yang seharusnya menjadi Raja kerajaan kuru, kini aku tidak bisa menghibur diri lagi.
Ibuku mengatakan ia memberikan anugrah yang ia inginkan dan ia mengatakan bahwa tidak akan membunuh Pandawa yang manapun terkecuali Arjuna karena ia harus bertarung dengan Arjuna, itulah jalan satu-satunya untuk membahagiakan hati Duryodhana, kini baru aku sadari mengapa ia tidak membunuh Bhima ketika Jayadratha kalah, ia mengampuni Bhima tanpa membunuhnya. Tetapi ia harus menghinanya, malam itu ia bertarung dengan Sahadeva, hari berikutnya Nakula. Pada hari terakhir hidupnya, ia bertarung denganku kami dibiarkan hidup, ia tidak membunuh kami karena ia tidak mau melakukannya, betapa baik dan mulia saudara yang kami miliki, dan Arjuna telah membunuhnya ketika ia tidak siap untuk bertarung! Aku tidak bisa mengampuni diriku karena kebiadapan ini, kami telah menjadi orang yang paling jahat yang telah bertempur dalam perang ini.
Naradha menenangkan hatinya. Ia berkata bahwa Radheya tidak mungkin dibunuh oleh siapapun, hal ini di karenakan dua Brahmana dan campur tangan kehidupan Radheya dengan lengkap dengan semua tragedi yang di alaminya. Ini cerita tentang yang mulia yang menyucikan meraka yang cukup beruntung mengenalnya, hal ini membuat pandawa semakin sedih, ceritra ini membuat mereka rendah hati, hal ini membuat mereka menyadari bahwa jalan Tuhan sangat misterius tetapi kesedihan tidaklah pernah meninggalkan hatinya, ini adalah luka baru yang tidak akan pernah dapat disembuhkan.
Yudhistira tidak pernah dapat memamaafkan ibunya karena ke tidak adilanya yang telah ia lakukan pada Radheya dan juga pada mereka semua, ia mengutuk semua wanita. Ia berkata bahwa sejak saat itu wanita tidak akan mampu menyimpan rahasia ini karena Kunti telah menyimpan rahasia itu dengan baik yang membuat malapetaka ini terjadi, tidak ada cara untuk menenangkan hati para pandawa.
Langganan:
Postingan (Atom)