SAILENDRA: WANGSA PENGUASA JAWA-SUMATRA
Sudah lama rasanya tidak menulis di blog ini. Bukan karna sibuk. Karna lupa nama blog saya sendiri hehehehe..
Pasti semua orang tau bahkan pernah ke Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Dieng.
Bahkan candi Borobudur sudah milik dunia karena sudah di akui UNESCO dan menjadi master piece Indonesia. Tentunya tidak dengan mengabaikan
Tempat2 sejarah lain. Karena yg akan saya tulis ini berkaitan dengan Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah peninggalan kebesaran Bangsa Indonesia jaman dulu terutama jaman kerajaan Medang atau biasa di sebut kerajaan Mataram Kuno.
Dalam buku2 pelajaran dulu di Informasikan bahwa Kerajaan Mataram Kuno di kuasai oleh 2 dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra.
Tapi berdasarkan penemuan2 baru yg telah di temukan, kerajaan Mataram Kuno hanya ada satu dinasti yaitu Dinasti (Wangsa Syalendra)
Dalam piagam batu Wat Sema Mueang sisi B (Prasasti Ligor B di Thailand) tiba-tiba hadir nama Sailendra. Hal ini memberi tanda tanya.
Dinasti Sailendra tak pernah disebutkan dalam banyak prasasti Sriwijaya sejak prasasti Kedukan bukit. Bukankah mereka dinasti penguasa Jawa (Medang alias Mataram kuno) ??
Sailendra dalam konteks Sriwijaya kembali muncul dalam prasasti Nalanda yg di tulis antara tahun 810-850. Dikisahkan "Maharaja Balaputradewa adalah anak dari Samaragrawira (Samaratungga) dan Tara". Samaratungga adalah anak dari Rakai Panamkaran (Rakai Panangkaran), permata Wangsa Sailendra. Tara adalah putri dari raja Dharmasetu, raja Sriwijaya.
Sejumlah prasasti di India selatan abad ke-11 menyebutkan pula nama Cudamaniwarman atau Culamaniwarmadewa dan anaknya, marawijayotunggawarman, sebagai keturunan Wangsa Sailendra. Tampak jelas, setidaknya sejak piagam Wat Sema Mueang sisi B alias Prasasti ligor (awal abad ke-9) hingga penyerbuan oleh Kerajaan Chola pada abad ke-11, raja-raja Sriwijaya berasal dari garis keturunan Wangsa Sailendra.
Hal itu di awali oleh pernikahan antara Samaratungga dan Tara. Seperti halnya prasasti Nalanda, Wat Sema Mueang sisi B (Prasasti ligor B) mengacu ke Rakai Panamkaran dari Sailendra.
Kedua prasasti itu ditulis atas perintah cucu Panamkaran, yakni Balaputradewa.”
Julukan Sesasavvarimadavimathana (pembunuh musuh-musuh sombong tidak bersisa) dalam piagam Wat Sema Mueang identik dengan Viravairivaraviravimardana yang disandang Dharanindra dalam prasasti Kelurak (782) di Magelang Jawa Tengah. Juga dengan Viravairimathana dalam prasasti Nalanda. Ketiga julukan itu, juga nama Dharanindra, atau rakai Panamkaran.
Balaputradewa, berdasarkan logika ini, adalah raja Sriwijaya pertama dari Wangsa Sailendra. Ia salah satu anak Samaratungga, selain Pramodawardhani. Yang terakhir ini perempuan. Ia menikah dengan Rakai Pikatan, pemeluk Hindu. Ketika Samaratungga mangkat, Pikatan naik takhta.
Balaputradewa juga merasa berhak sehingga berperang melawan kakak iparnya, Pikatan.
Balaputradewa kalah perang lalu berpindah ke Sumatra. Karena ibunya keturunan raja Sriwijaya, Balaputradewa dapat naik takhta di Sriwijaya.
HANYA SATU WANGSA DI KERAJAAN MEDANG (MATARAM KUNO)
Para cendekiawan pernah mengira terdapat dua wangsa di Jawa (Medang) yaitu Sanjaya dan Sailendra.
Hal ini mengacu kepada telaah para sarjana asing:
FH van Naerssen, Bosch, George Coedes, WF Stutterheim, atau JG de Casparis. Alasannya perbedaan agama para raja. Wangsa Sanjaya beragama Hindu, sedangkan Sailendra penganut Buddhisme. Kesan itu juga disebabkan nama-nama raja dalam prasasti Mantyasih (Peninggalan Raja Balitung).
Istilah Wangsa Sanjaya ditampilkan oleh W. F. Stutterheim pada 1927. Ia membuat daftar raja Mataram, mulai dari Sanjaya hingga Balitung. Namun, ahli-ahli epigrafi terkemuka Indonesia yakni Poerbatjaraka dan Boechari sejak 1950-an telah mengoreksi, walau rupanya kurang diingat.
Poerbatjaraka mengatakan, semula raja-raja Sailendra menganut Hindu Siwa, lalu berpindah ke agama Buddha. Ia mengutip isi Carita Parahyangan, naskah kuno Sunda.
Alkisah, tersebutlah seseorang bernama Sanjaya. Ia menyuruh anaknya, Panaraban atau Tamperan, untuk berpindah ajaran, sebab ajaran yang dianutnya ditakuti semua orang.
Oleh Poerbatjaraka, Sanjaya disamakan dengan Rakai Sanjaya dalam prasasti Canggal (732) di Candi Gunung Wukir di daerah Magelang. Sementara itu, Panaraban alias Tamperan disamakan dengan Rakai Panamkaran.
Boechari juga menulis Satu atau Dua Dinasti di Mataram Kuno? "Yang dimaksud ialah yang berkuasa sebagai maharaja,” demikian Boechari.
Mtaram Kuno terdiri dari daerah-daerah otonom di bawah rakarayan (rakai) atau pangat. Masing-masing penguasa lokal itu, "tulis Boechari, “memiliki silsilahnya sendiri.
Istilah Sanjayawamsa tidak pernah ditemui dalam prasasti maupun naskah sastra masa klasik. Daftar dalam prasasti Mantyasih dan susunan Stutterheim bukanlah suatu silsilah.” Sebaliknya, Sailendrawamsa jelas disebutkan dalam sejumlah prasasti di Jawa yaitu prasasti Kalasan, Kelurak, atau Abhayagiriwihara.
Pada beberapa puluh tahun terakhir terjadi perkembangan lagi mengenai Sailendra. Rakai Panamkaran kemudian diidentifikasi sebagai Raja Sankhara. Nama ini diberitakan dalam prasasti dari daerah Sragen (Jawa Tengah).
Kisahnya, ayah dari Raja Sankhara sakit panas delapan hari lalu meninggal. Takut akan ajaran guru ayahnya yang tidak benar, Raja Sankhara meninggalkan agama Siwa dan menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana. Ia juga memindahkan pusat kerajaan ke arah timur.
Oleh para ahli sejak era Boechari, ayah Raja Sankhara yang tak disebutkan dalam prasasti disamakan dengan Sanjaya. Sedangkan Raja Sankhara disamakan dengan Panamkaran. Namun sayangnya prasasti Raja Sankhara entah di mana keberadaannya saat ini. Prasasti itu pernah disimpan di Museum Adam Malik. Saat museum itu ditutup, koleksinya dijual ke pedagang loak.”
ASAL MULA DINASTI SAILENDRA
Pada awal 1963 di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, dekat Pekalongan, ditemukan prasasti dan di namakan Prasasti Sojomerto.. yang uniknya, berbahasa Melayu Kuno. Huruf-huruf Pallawa dalam piagam batu itu menyebutkan nama-nama keluarga dari seorang tokohnya, Dapunta Selendra.
“Sembah kepada Siwa Bhatara Parameswara dan semua dewa… Dari yang mulia Dapunta Selendra. Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra.” Demikian terjemahan isi prasasti Sojomerto.
Paleografinya bercorak abad ketujuh. “Lebih tua dari prasasti Kedukanbukit,” tulis Boechari. Ia juga menganalisis, Selendra adalah penyebutan Melayu untuk Sailendra (bahasa Sanskerta). Sedangkan kata “dapunta” adalah terminologi Melayu Kuno. Dapunta Selendra adalah awal dari Dinasti Sailendra, tegasnya.
Kesimpulan ini memperkuat teori Poerbatjaraka, bahwa Sailendra berasal dari Nusantara.
Pada masa sebelumnya para ahli beranggapan Sailendra datang dari luar Indonesia.
George Coedes mengusulkan, Sailendra berasal dari Funan, kerajaan kuno di wilayah Kamboja sebelum Chenla. Menurutnya, Sailendra berarti “raja gunung”. Ketika Funan runtuh dan terjadi kerusuhan, keluarga kerajaan ini hijrah ke Jawa menggunakan nama Sailendra.
Sejarawan India RC Majumdar memiliki pendapat sendiri: Sailendra berasal dari India, tepatnya dari Kalingga, India Selatan. Keluarga Sailendra, menurut Majumdar, kemudian menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada 682, keluarga ini menyingkir ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dengan bala tentaranya. Pada waktu itu, masih versi Majumdar, Sriwijaya berpusat di Semenanjung Malaka.
“Raja-raja Sailendra adalah keturunan Dapunta Selendra. Jadi tak perlu menghubungkan kata itu dengan ‘raja gunung’, sanggah Boechari.
Dalam hal ini, menurutnya, Dapunta Selendra berasal dari Akhandalapura. Berita-berita Cina menyebutkannya sebagai Gantuoli (Kantoli), kerajaan pendahulu Sriwijaya.
George Coedes dulu banyak menghabiskan waktu di Thailand dan Kamboja. Wajar dia beranggapan Sailendra dari Funan. Namun, tidak ada prasasti atau peninggalan arkeologis Sailendra di sana. RC Majumdar orang India. Saya kira ada faktor-faktor yang.
Yang jelas, berdasarkan bukti prasasti Sojomerto, tampaknya Sailendra berasal dari Sumatra.”
Berbagi sebagai motivasi
Minggu, 19 Juni 2016
Rabu, 21 Mei 2014
Bhisma, Arjuna, Dorna dan Karna.
Siapakah Ksatria yang terbaik dan terkuat..??
Inilah analisanya berdasarkan buku Mahabharata asli
1. Arjuna mengalahkan semua Ksatria seorang diri dengan kusir yg tidak berpengalaman.
kecuali mengalahkan Bisma dalam perang Virata.
(saat itu Bisma tidak terpengaruh oleh senjata bius Arjuna, sementara semua ksatria dibuat pingsan dengan senjata itu.Tapi Bisma bertindak seolah-olah pingsan untuk membuat pertempuran berakhir).
Ini membuktikan kekuatan Arjuna, tetapi juga kekuatan Bisma.
2. Ketika Drona berencana menangkap Yudistra, Drona mengatakan kepada Duryodana bahwa ia tidak akan mampu menangkap atau bahkan pergi ke dekat Yudistra jika Arjuna ada di sana (Jadi kemudian Arjuna ditantang oleh Susarman dan dibawa menjauh dari Yudistira ke medan pertempuran untuk membantu Misi Drona yang akan menangkap Raja Yudistira).
Suatu hari ketika Drona hendak menangkap Yudistra, Arjuna datang kembali ke tempat Yudistira dan membuat Drona mundur (Ketika itu Duryodana memarahi Drona karena gagal menangkap Yudistira,
Dan Drona menjawab "Aku sudah bilang, Saya tidak bisa menangkap Yudistira selama Arjuna ada di dekatnya)
Drona selalu menganggap Arjuna lebih kuat dari dia.
3. Drona sangat dikhususkan oleh Arjuna, dan ketika Arjuna bertempur melawan Drona, Arjuna hanya mencoba untuk bertempur secara defensif (Bertahan) Karena Arjuna tidak ingin menyakitinya. (Telah diulas beberapa kali dalam versi mahabharata asli Vyasa yang terjemahan oleh KMG).
Kemudian saat Arjuna diminta untuk membunuh Drona, dan saat itu Arjuna berkata. "Aku akan bunuh diri daripada membunuh guru saya"
4. Pada hari Arjuna membunuh Jayadrata, Arjuna mampu melewati Drona dan Karna (Radheya) dan ketika Duryodana meminta Drona untuk menembakan panahnya pada arjuna, Drona mengatakan kepadanya. "Aku tidak bisa menghentikan Arjuna karena Arjuna mempunyai kecepatan dalam memanah yg lebih tinggi dari saya "
5. Arjuna mengalahkan Karna dalam perang Virata,
Kemudian saat sayembara Drupadi (ketika Karna menyerang Arjuna, busur Karna di patahkan Arjuna dan membuat Karna menghentikan perang).
Karna juga melarikan diri dalam perang melawan raksasa Citrasena.sedangkan Arjuna memenangkan pertempuran itu melawan Citrasena dan membebaskan Duryodana (Peristiwa ini terjadi setelah pandawa kalah dadu, kalau film Mahabharata versi Br Chopra, adegan ini ada, tp kalau versi ANTV gak ada)
Karna (Radheya) tak pernah mengalahkan Arjuna dalam pertempuran menurut aslinya buku Mahabharata.
(Karna hanya mengandalkan Senjata 'Shakthi' nya untuk membunuh Arjuna karena ia tahu ia tidak bisa membunuh Arjuna dengan keterampilan.
tapi Arjuna juga punya Pasupatha (Pasopati) senjata yang bisa membunuh Karna, namun Arjuna tidak hanya mengandalkan senjata astra illahi nya untuk memenangkan pertempuran melawan musuh tetapi juga menggunakan ketrampilannya
(Dalam buku versi asli Mahabharata di kisahkan arjuna tak pernah sekalipun menggunakan senjata pasupatha sama sekali dalam pertempuran karena efeknya yg teramat dasyat,
Senjata ini tidak boleh digunakan melawan musuh yang lebih lemah atau dengan prajurit lebih lemah, di kisahkan Pashupatastra mampu menghancurkan penciptaan dan menaklukkan semua makhluk.
Senjata ini tidak pernah digunakan oleh Arjuna karena akan menghancurkan seluruh dunia.
Arjuna membunuh Jayadrata dan Karna menggunakan panah Anjalika)
(kalau Film mahabharata versi chopra, ada adegan arjuna pernah mau mencoba senjata pasuphatastra ketika ingin menunjukan pada para pandawa yg lain,tp kemudian ada suara dari langit yg mengatakan pada Arjuna agar jangan merusak alam semesta. Akhirnya arjuna tidak jd menunjukkan senjata ini pada saudara2nya, dan dalam film ini pun arjuna tak pernah menggunakan senjata ini sama sekali )
6. Karna pernah dikalahkan oleh Bhima dan Setyaki dalam beberapa duel pertempuran Mahabharata., Tapi, Bhima atau Setyaki tak pernah bisa mengalahkan Bisma.
Mereka melarikan diri setelah mereka bertempur dan kalah dengan Bisma.
7. Abimanyu membuat Karna dan Drona jatuh dan terluka saat ia menembus formasi Chakravyuga.
Mereka tidak bisa menghentikan
Abimanyu yg agresif (patahnnya busur Abimanyu saat itu di karenakan ia di serang dari belakang oleh Karna, karena Karna tidak bisa menghadapinya dari depan).
Tapi Abimanyu tidak pernah bisa mengalahkan Bisma dalam duel mereka selama pertempuran sepuluh hari pertama dalam pertempuran
8. Saat putra Karna (Vrishasena) tewas oleh Arjuna di depan mata Karna sebagai balas dendam atas peran Karna dalam pembunuhanan Abimanyu yang di lakukan dengan cara yang curang (yaitu memanah abimanyu dari belakang saat abimanyu di keroyok)
Dan saat itu Karna tidak bisa mengalahkan Arjuna dan melindungi anaknya.
Sebagian besar catatan di atas tidak dapat ditemukan dalam serial Mahabharata TV atau ringkasan Buku Mahabharata yg biasanya tersedia di pasaran umum
# Insiden 1,2,3,4, membuktikan bahwa Arjuna adalah lebih kuat dari Drona.
# Insiden 1,4,5,8 membuktikan Arjuna lebih kuat dari Karna.
# Insiden 1, 7 membuktikan bahwa Bisma lebih kuat dari Drona.
# Insiden 1, 6, 7 membuktikan bahwa Bisma lebih kuat dari Karna.
# Bisma vs Arjuna siapa yang lebih kuat ??
Arjuna tak pernah mengalahkan Bisma (Dalam perang yg adil) dan Bisma tak pernah mengalahkan Arjuna juga.
Selain itu tidak ada Ksatria besar lainnya dari Mahabharata yg dpt mengalahkan Arjuna atau Bisma. (Hal ini sesuai cerita aslinya dari kisah Mahabharata).
Ini adalah pendapat besar berdasarkan Fakta-fakta yang disajikan dalam buku aslinya. karena, tidak ada bukti yg menunjukkan Keunggulan Arjuna atas Bisma atau Keunggulan Bisma atas Arjuna.
Karena Mereka gagal untuk mengalahkan satu sama lainnya dalam semua pertempuran
# Karna dan Drona memang pejuang besar dan kekuatannya mendekati Bisma atau Arjuna.
Akan tetapi,tidak lebih baik dari atau sama dengan Arjuna atau Bisma.
# Pada kisah2 Karna Vs Arjuna
Bagi orang-orang yang tidak membaca secaia lengkap buku Mahabharata, Karna (Radheya) akan terlihat lebih kuat dari kisah yg sebenarnya yg ada pada buku Mahabharata asli.
Semua Ini adalah karya penulis dan pembuat film yang dibuat seolah- olah Karna terlihat sedikit lebih kuat, karena Karakter Karna di anggap lebih menarik karena menggambarkan kisah perjuangan yg sesuai dengan jaman ini
(sosok Karna dibuat sebagai pahlawan modern)
begitulah ia telah sering dibesar-besarkan.
Tentu saja Karna memang seorang pejuang besar dan kekuatannya hampir sama dengan Arjuna,
Akan tetapi kekuatannya di gambarkan sedikit berlebihan hingga saat ini.
Waktu itu Saya juga menganggap bahwa Karna lebih kuat daripada Arjuna, sampai akhirnya saya membaca dan meneliti lengkap buku Mahabharata asli secara lengkap
Kisah Tragis Karna pertama kali muncul pada awal 1960-an, ada film klasik berjudul Karnan dengan segala tragedi nya yg menceritakan tentang Karnan, di mana adegan pembunuhan Karnan dalam perang telah dibuat dengan dramatis dan penuh kepedihan.
Dan ketika jaman digital (Modern) ini, Ketika film lama (jadul) tersebut ketika di buat ke versi baru yg lebih modern, telah berjalan sukses melanjutkan kisah tragedi Karna, adalah bukti untuk melanjutkan popularitas mitos Karna bahkan hingga saat ini
(Cat : ini adalah artikel dari luar negeri, kemudian saya artikan dalam bahasa Indonesia menurut sepengatuhan saya. mohon di maafkan kalau kata2 translatnya gak beraturan dan menjadi EYD yg kurang baik, kemudian soal film mahabharata versi chopra atau versi ANTV.. Itu saya sendiri yg menambahkan)
Siapakah Ksatria yang terbaik dan terkuat..??
Inilah analisanya berdasarkan buku Mahabharata asli
1. Arjuna mengalahkan semua Ksatria seorang diri dengan kusir yg tidak berpengalaman.
kecuali mengalahkan Bisma dalam perang Virata.
(saat itu Bisma tidak terpengaruh oleh senjata bius Arjuna, sementara semua ksatria dibuat pingsan dengan senjata itu.Tapi Bisma bertindak seolah-olah pingsan untuk membuat pertempuran berakhir).
Ini membuktikan kekuatan Arjuna, tetapi juga kekuatan Bisma.
2. Ketika Drona berencana menangkap Yudistra, Drona mengatakan kepada Duryodana bahwa ia tidak akan mampu menangkap atau bahkan pergi ke dekat Yudistra jika Arjuna ada di sana (Jadi kemudian Arjuna ditantang oleh Susarman dan dibawa menjauh dari Yudistira ke medan pertempuran untuk membantu Misi Drona yang akan menangkap Raja Yudistira).
Suatu hari ketika Drona hendak menangkap Yudistra, Arjuna datang kembali ke tempat Yudistira dan membuat Drona mundur (Ketika itu Duryodana memarahi Drona karena gagal menangkap Yudistira,
Dan Drona menjawab "Aku sudah bilang, Saya tidak bisa menangkap Yudistira selama Arjuna ada di dekatnya)
Drona selalu menganggap Arjuna lebih kuat dari dia.
3. Drona sangat dikhususkan oleh Arjuna, dan ketika Arjuna bertempur melawan Drona, Arjuna hanya mencoba untuk bertempur secara defensif (Bertahan) Karena Arjuna tidak ingin menyakitinya. (Telah diulas beberapa kali dalam versi mahabharata asli Vyasa yang terjemahan oleh KMG).
Kemudian saat Arjuna diminta untuk membunuh Drona, dan saat itu Arjuna berkata. "Aku akan bunuh diri daripada membunuh guru saya"
4. Pada hari Arjuna membunuh Jayadrata, Arjuna mampu melewati Drona dan Karna (Radheya) dan ketika Duryodana meminta Drona untuk menembakan panahnya pada arjuna, Drona mengatakan kepadanya. "Aku tidak bisa menghentikan Arjuna karena Arjuna mempunyai kecepatan dalam memanah yg lebih tinggi dari saya "
5. Arjuna mengalahkan Karna dalam perang Virata,
Kemudian saat sayembara Drupadi (ketika Karna menyerang Arjuna, busur Karna di patahkan Arjuna dan membuat Karna menghentikan perang).
Karna juga melarikan diri dalam perang melawan raksasa Citrasena.sedangkan Arjuna memenangkan pertempuran itu melawan Citrasena dan membebaskan Duryodana (Peristiwa ini terjadi setelah pandawa kalah dadu, kalau film Mahabharata versi Br Chopra, adegan ini ada, tp kalau versi ANTV gak ada)
Karna (Radheya) tak pernah mengalahkan Arjuna dalam pertempuran menurut aslinya buku Mahabharata.
(Karna hanya mengandalkan Senjata 'Shakthi' nya untuk membunuh Arjuna karena ia tahu ia tidak bisa membunuh Arjuna dengan keterampilan.
tapi Arjuna juga punya Pasupatha (Pasopati) senjata yang bisa membunuh Karna, namun Arjuna tidak hanya mengandalkan senjata astra illahi nya untuk memenangkan pertempuran melawan musuh tetapi juga menggunakan ketrampilannya
(Dalam buku versi asli Mahabharata di kisahkan arjuna tak pernah sekalipun menggunakan senjata pasupatha sama sekali dalam pertempuran karena efeknya yg teramat dasyat,
Senjata ini tidak boleh digunakan melawan musuh yang lebih lemah atau dengan prajurit lebih lemah, di kisahkan Pashupatastra mampu menghancurkan penciptaan dan menaklukkan semua makhluk.
Senjata ini tidak pernah digunakan oleh Arjuna karena akan menghancurkan seluruh dunia.
Arjuna membunuh Jayadrata dan Karna menggunakan panah Anjalika)
(kalau Film mahabharata versi chopra, ada adegan arjuna pernah mau mencoba senjata pasuphatastra ketika ingin menunjukan pada para pandawa yg lain,tp kemudian ada suara dari langit yg mengatakan pada Arjuna agar jangan merusak alam semesta. Akhirnya arjuna tidak jd menunjukkan senjata ini pada saudara2nya, dan dalam film ini pun arjuna tak pernah menggunakan senjata ini sama sekali )
6. Karna pernah dikalahkan oleh Bhima dan Setyaki dalam beberapa duel pertempuran Mahabharata., Tapi, Bhima atau Setyaki tak pernah bisa mengalahkan Bisma.
Mereka melarikan diri setelah mereka bertempur dan kalah dengan Bisma.
7. Abimanyu membuat Karna dan Drona jatuh dan terluka saat ia menembus formasi Chakravyuga.
Mereka tidak bisa menghentikan
Abimanyu yg agresif (patahnnya busur Abimanyu saat itu di karenakan ia di serang dari belakang oleh Karna, karena Karna tidak bisa menghadapinya dari depan).
Tapi Abimanyu tidak pernah bisa mengalahkan Bisma dalam duel mereka selama pertempuran sepuluh hari pertama dalam pertempuran
8. Saat putra Karna (Vrishasena) tewas oleh Arjuna di depan mata Karna sebagai balas dendam atas peran Karna dalam pembunuhanan Abimanyu yang di lakukan dengan cara yang curang (yaitu memanah abimanyu dari belakang saat abimanyu di keroyok)
Dan saat itu Karna tidak bisa mengalahkan Arjuna dan melindungi anaknya.
Sebagian besar catatan di atas tidak dapat ditemukan dalam serial Mahabharata TV atau ringkasan Buku Mahabharata yg biasanya tersedia di pasaran umum
# Insiden 1,2,3,4, membuktikan bahwa Arjuna adalah lebih kuat dari Drona.
# Insiden 1,4,5,8 membuktikan Arjuna lebih kuat dari Karna.
# Insiden 1, 7 membuktikan bahwa Bisma lebih kuat dari Drona.
# Insiden 1, 6, 7 membuktikan bahwa Bisma lebih kuat dari Karna.
# Bisma vs Arjuna siapa yang lebih kuat ??
Arjuna tak pernah mengalahkan Bisma (Dalam perang yg adil) dan Bisma tak pernah mengalahkan Arjuna juga.
Selain itu tidak ada Ksatria besar lainnya dari Mahabharata yg dpt mengalahkan Arjuna atau Bisma. (Hal ini sesuai cerita aslinya dari kisah Mahabharata).
Ini adalah pendapat besar berdasarkan Fakta-fakta yang disajikan dalam buku aslinya. karena, tidak ada bukti yg menunjukkan Keunggulan Arjuna atas Bisma atau Keunggulan Bisma atas Arjuna.
Karena Mereka gagal untuk mengalahkan satu sama lainnya dalam semua pertempuran
# Karna dan Drona memang pejuang besar dan kekuatannya mendekati Bisma atau Arjuna.
Akan tetapi,tidak lebih baik dari atau sama dengan Arjuna atau Bisma.
# Pada kisah2 Karna Vs Arjuna
Bagi orang-orang yang tidak membaca secaia lengkap buku Mahabharata, Karna (Radheya) akan terlihat lebih kuat dari kisah yg sebenarnya yg ada pada buku Mahabharata asli.
Semua Ini adalah karya penulis dan pembuat film yang dibuat seolah- olah Karna terlihat sedikit lebih kuat, karena Karakter Karna di anggap lebih menarik karena menggambarkan kisah perjuangan yg sesuai dengan jaman ini
(sosok Karna dibuat sebagai pahlawan modern)
begitulah ia telah sering dibesar-besarkan.
Tentu saja Karna memang seorang pejuang besar dan kekuatannya hampir sama dengan Arjuna,
Akan tetapi kekuatannya di gambarkan sedikit berlebihan hingga saat ini.
Waktu itu Saya juga menganggap bahwa Karna lebih kuat daripada Arjuna, sampai akhirnya saya membaca dan meneliti lengkap buku Mahabharata asli secara lengkap
Kisah Tragis Karna pertama kali muncul pada awal 1960-an, ada film klasik berjudul Karnan dengan segala tragedi nya yg menceritakan tentang Karnan, di mana adegan pembunuhan Karnan dalam perang telah dibuat dengan dramatis dan penuh kepedihan.
Dan ketika jaman digital (Modern) ini, Ketika film lama (jadul) tersebut ketika di buat ke versi baru yg lebih modern, telah berjalan sukses melanjutkan kisah tragedi Karna, adalah bukti untuk melanjutkan popularitas mitos Karna bahkan hingga saat ini
(Cat : ini adalah artikel dari luar negeri, kemudian saya artikan dalam bahasa Indonesia menurut sepengatuhan saya. mohon di maafkan kalau kata2 translatnya gak beraturan dan menjadi EYD yg kurang baik, kemudian soal film mahabharata versi chopra atau versi ANTV.. Itu saya sendiri yg menambahkan)
Minggu, 18 Mei 2014
Di ambil dari KARNA PARWA (Bagian dari MAHABHARATA)
Kesedihan Duryodhana setelah kematian Radheya (Karna) di tangan Arjuna
Radheya telah gugur...... berkali kali Duryodhana bergumam, malam sebelumnya dia masih bersama, Duryodhana ingat malam itu sewaktu Radheya pergi meninggalkan tendanya lalu di pintu keluar dia berbalik dan berlari kearahnya tuk memeluknya, mereka menangis bersama dalam keharuan.....
Duryodhana tidak menduga kalau pelukan Radheya adalah tanda perpisahan untuknya, kini dia menyadari kalau dia hidup di dunia tanpa lagi ditemani oleh sahabatnya.
Duryodhana tidak ingin memikirkan apa apa lagi, ia memikirkan saat-saat perlombaan ketangkasan pangeran Kuru saat itulah pertama kali dia melihat Radheya dan kini ia ingin sekali melihat sahabatnya.
Dalam kesunyian malam seorang diri dia menuju tempat dimana Radheya tewas. Duryodhana tak tahan lagi melihat tubuh sahabatnya yang sudah tidak bernyawa, dia berpikir dirinya akan gila. Duryodhana berlari menyeberangi medan pertempuran dalam kegelapan malam menuju tempat kakeknya Bhisma
Duryodhana bersujud dihadapan sang kakek yang berbaring diatas ranjang panahnya lalu menangis sebagai curahan kesedihannya, perlahan Bhisma membuka matanya memandang cucunya penuh kasih sayang dan rasa iba
" janganlah kau tangisi, berbahagialah karena Radheya telah mencapai surga . ia adalah seorang Kshatriya dan mati layaknya Kshatriya"
Duryodhana tercengang , matanya yang merah karena kesedihan kini berbinar
"Jadi selama ini aku benar, Kakek dari dulu aku merasa bahwa Radheya adalah seorang Ksatriya dan kini kau mengatakan hal yang sama, katakanlah padaku Kakek siapa sebenarnya Radheya, aku sangat ingin mengetahuinya aku akan melenyapkan noda yang melekat pada dirinya, setidaknya hanya ini yang bisa kau lakukan untuk sahabatku yang telah mati untukku..... katakanlah padaku kakek"
Bhisma berkata
"aku tahu siapa dirinya, tapi aku tidak bisa memberitahumu kecuali kau berjanji untuk tetap menyimpan rahasia ini, ini adalah permintaan Radheya sendiri dia memintaku untuk tidak menceritakan kepada siapapun kecuali dia sudah mati. kini Radheya telah mati dan kaupun harus menjaga rahasia ini sampai kau mati"
Duryodhana sangat kebingungan, dia pun berkata
"bila Radheya menginginkan hal itu dirahasiakan maka aku pasti akan melakukannya, aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun"
Bhisma tersenyum dan diam sesaat .... lalu bertanya
"Duryodhana beriaplah untuk terkejut, apakah kau mampu bertahan ?"
Duryodhana tersenyum getir menatap sang kakek
"setelah melihat mayat Radheya aku masih hidup ,apa tidak cukup membuktikan bahwa hatiku cukup kuat menghadapi hal ini ? aku siap mendengarkan apapun sekarang, katakanlah padaku ... siapa Radheya ?
Lalu Bhisma berkata
"Aku akan mengatakan kebenaran ini, Duryodhana kuatkanlah hatimu... sahabatmu bukan Radheya , ia adalah Kaunteya (Sebutan untuk putra Kunti)
Rasa nyeri dan perih tiba-tiba menusuk perasaan Duryodhana, kebenaran itu seakan-akan menampar wajahnya, dalam keterkejutan Duryodhana memegang tangan Bhisma
"Apa..... jadi Pandava adalah saudara Radheya?kakek ... katakanlah segalanya padaku "
Bhisma lalu menceritakan kisah hidup Radheya berawal dari pertemuan Kunti dengan Surya, lalu dibuangnya Radheya dalam kotak kayu sehingga ditemukan oleh Athiratha, tentang nama Radheya yang dengan bangga dia sandang dan memutuskan untuk selamanya memakai nama itu, untuk menghormati ibunya Radha yang karena cinta kasihnya membuat dadanya seketika mengeluarkan air susu.
Bhisma juga menceritakan kisah Radheya menuntut ilmu pada Bhargava setelah di tolak oleh Drona karena dia seorang Sutaputra, berikut tragedi yang menimpanya mulai dari kutukan sang Guru, seorang brahmana lalu kunjungan Indra yang meminta Kundala dan Kavachanya, dan terakhir Bhisma menceritakan tentang pertemuan Krishna dengan Radheya dan kunjungan Kunti
Duryodhana terhenyak tiada mampu berkata kata, ia mendengar semua mengenai cinta Radheya kepadanya, Bhisma telah memberi tau segalanya. air matanya berlinang jatuh di tangan kakeknya, dengan suara parau Duryodhana kemudian berkata
"Radheya tau..... tapi tidak mau membela saudaranya karena dia sangat mencintai aku... ?? Tuhan.... mengapa aku tidak mati ? Radheya sahabatku, aku akan segera menemuimu secepatnya... aku tidak bisa hidup tanpamu...
Bhisma berusaha menenangkan dan menghibur cucunya yang tenggelam dalam kesedihan. namun Duryodhana berusaha menguatkan dirinya dan berkata
"Pikiranku telah disucikan dari semua dosa setelah mendengar cerita tentang orang yang paling mulia yang pernah hidup, aku bisa mati dengan senyuman dibibirku, tak ada yang bisa melukaiku lagi.
Aku mempelajari hal ini dari Radheya, aku telah terbebas dari ikatan rasa cinta terhadap kerajaanku, aku ingin berbagi dengan Radheya aku sekarang tidak peduli dengan apapun
Aku hanya meninginkan satu hal kakek ... Kematian.... aku akan mati layaknya Ksatriya, kau akan bangga padaku kakek, aku akan pergi sekarang untuk mempersiapkan kematianku
Duryodhana berdiri lalu mohon pamit kepada Bhisma lalu dengan langkah pasti berjalan meninggalkan Bhisma tanpa berbalik lagi.
Kesedihan Duryodhana setelah kematian Radheya (Karna) di tangan Arjuna
Radheya telah gugur...... berkali kali Duryodhana bergumam, malam sebelumnya dia masih bersama, Duryodhana ingat malam itu sewaktu Radheya pergi meninggalkan tendanya lalu di pintu keluar dia berbalik dan berlari kearahnya tuk memeluknya, mereka menangis bersama dalam keharuan.....
Duryodhana tidak menduga kalau pelukan Radheya adalah tanda perpisahan untuknya, kini dia menyadari kalau dia hidup di dunia tanpa lagi ditemani oleh sahabatnya.
Duryodhana tidak ingin memikirkan apa apa lagi, ia memikirkan saat-saat perlombaan ketangkasan pangeran Kuru saat itulah pertama kali dia melihat Radheya dan kini ia ingin sekali melihat sahabatnya.
Dalam kesunyian malam seorang diri dia menuju tempat dimana Radheya tewas. Duryodhana tak tahan lagi melihat tubuh sahabatnya yang sudah tidak bernyawa, dia berpikir dirinya akan gila. Duryodhana berlari menyeberangi medan pertempuran dalam kegelapan malam menuju tempat kakeknya Bhisma
Duryodhana bersujud dihadapan sang kakek yang berbaring diatas ranjang panahnya lalu menangis sebagai curahan kesedihannya, perlahan Bhisma membuka matanya memandang cucunya penuh kasih sayang dan rasa iba
" janganlah kau tangisi, berbahagialah karena Radheya telah mencapai surga . ia adalah seorang Kshatriya dan mati layaknya Kshatriya"
Duryodhana tercengang , matanya yang merah karena kesedihan kini berbinar
"Jadi selama ini aku benar, Kakek dari dulu aku merasa bahwa Radheya adalah seorang Ksatriya dan kini kau mengatakan hal yang sama, katakanlah padaku Kakek siapa sebenarnya Radheya, aku sangat ingin mengetahuinya aku akan melenyapkan noda yang melekat pada dirinya, setidaknya hanya ini yang bisa kau lakukan untuk sahabatku yang telah mati untukku..... katakanlah padaku kakek"
Bhisma berkata
"aku tahu siapa dirinya, tapi aku tidak bisa memberitahumu kecuali kau berjanji untuk tetap menyimpan rahasia ini, ini adalah permintaan Radheya sendiri dia memintaku untuk tidak menceritakan kepada siapapun kecuali dia sudah mati. kini Radheya telah mati dan kaupun harus menjaga rahasia ini sampai kau mati"
Duryodhana sangat kebingungan, dia pun berkata
"bila Radheya menginginkan hal itu dirahasiakan maka aku pasti akan melakukannya, aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun"
Bhisma tersenyum dan diam sesaat .... lalu bertanya
"Duryodhana beriaplah untuk terkejut, apakah kau mampu bertahan ?"
Duryodhana tersenyum getir menatap sang kakek
"setelah melihat mayat Radheya aku masih hidup ,apa tidak cukup membuktikan bahwa hatiku cukup kuat menghadapi hal ini ? aku siap mendengarkan apapun sekarang, katakanlah padaku ... siapa Radheya ?
Lalu Bhisma berkata
"Aku akan mengatakan kebenaran ini, Duryodhana kuatkanlah hatimu... sahabatmu bukan Radheya , ia adalah Kaunteya (Sebutan untuk putra Kunti)
Rasa nyeri dan perih tiba-tiba menusuk perasaan Duryodhana, kebenaran itu seakan-akan menampar wajahnya, dalam keterkejutan Duryodhana memegang tangan Bhisma
"Apa..... jadi Pandava adalah saudara Radheya?kakek ... katakanlah segalanya padaku "
Bhisma lalu menceritakan kisah hidup Radheya berawal dari pertemuan Kunti dengan Surya, lalu dibuangnya Radheya dalam kotak kayu sehingga ditemukan oleh Athiratha, tentang nama Radheya yang dengan bangga dia sandang dan memutuskan untuk selamanya memakai nama itu, untuk menghormati ibunya Radha yang karena cinta kasihnya membuat dadanya seketika mengeluarkan air susu.
Bhisma juga menceritakan kisah Radheya menuntut ilmu pada Bhargava setelah di tolak oleh Drona karena dia seorang Sutaputra, berikut tragedi yang menimpanya mulai dari kutukan sang Guru, seorang brahmana lalu kunjungan Indra yang meminta Kundala dan Kavachanya, dan terakhir Bhisma menceritakan tentang pertemuan Krishna dengan Radheya dan kunjungan Kunti
Duryodhana terhenyak tiada mampu berkata kata, ia mendengar semua mengenai cinta Radheya kepadanya, Bhisma telah memberi tau segalanya. air matanya berlinang jatuh di tangan kakeknya, dengan suara parau Duryodhana kemudian berkata
"Radheya tau..... tapi tidak mau membela saudaranya karena dia sangat mencintai aku... ?? Tuhan.... mengapa aku tidak mati ? Radheya sahabatku, aku akan segera menemuimu secepatnya... aku tidak bisa hidup tanpamu...
Bhisma berusaha menenangkan dan menghibur cucunya yang tenggelam dalam kesedihan. namun Duryodhana berusaha menguatkan dirinya dan berkata
"Pikiranku telah disucikan dari semua dosa setelah mendengar cerita tentang orang yang paling mulia yang pernah hidup, aku bisa mati dengan senyuman dibibirku, tak ada yang bisa melukaiku lagi.
Aku mempelajari hal ini dari Radheya, aku telah terbebas dari ikatan rasa cinta terhadap kerajaanku, aku ingin berbagi dengan Radheya aku sekarang tidak peduli dengan apapun
Aku hanya meninginkan satu hal kakek ... Kematian.... aku akan mati layaknya Ksatriya, kau akan bangga padaku kakek, aku akan pergi sekarang untuk mempersiapkan kematianku
Duryodhana berdiri lalu mohon pamit kepada Bhisma lalu dengan langkah pasti berjalan meninggalkan Bhisma tanpa berbalik lagi.
Minggu, 11 Mei 2014
Persembahan Air Mata untuk Radheya ( Karna putra Surya)
Dhistarastra menunjuk Vidura, Sanjaya dan Dhaumya untuk mempersiapkan kremasi para pahlawan agung yang telah gugur dimedan perang. Dengan cepat kremasi itu selesai. Yudhistira ditemani dengan Dhrtarastra dan yang lainnya, menuju ke tepi sungai Gangga untuk mempersembahkan air suci pada orang yang telah tiada. Mereka semua ada disana: Gandhar, Kunti, dan Draupadi. Para pria tidak memakai perhiasaan dan busana sutera mereka. Mereka memakai busana yang paling sederhana. Dada mereka yang bidang di tutupi dengan busana yang atas yang tipis. Iring-iringan ini perlahan
Keadaan Kunti sangat menyedihkan. Tiga hari yang lalunya Radheya dibunuh oleh Arjuna. Terjadi perayaan yang sangat meriah dalam perkemahan Pandava. Ia mendengar hal itu dari sanjaya. Ketika Sanjaya memberi tahu Dhistarastra mengenai peperangan, tentang kematian Rhadeya, ia mendengarnya. Hatinya dibakar oleh kesedihan.
Saat para istri dan keluarga melakukan kremasi untuk para Pahlawan dan prajurit yang gugur di kurukshetra.
Yudhisthira baru saja selesai melakukan persembahan air suci kepada putra putra Draupadi, ketika Kunti menghampirinya. Kunti tak sanggup menahan semua beban dihati, saat semua orang yang gugur mendapat persembahan air suci dari keluarganya tapi tidak dengan Radheya. tidak ada yang mempersembahkan apapun kepadanya, masih saja dia sebatang kara sama seperti ketika Kunti menghanyutkannya di sungai Gangga.
Dengan lembut Kunti menyentuh bahu Yudhisthira, putra Dharma itupun menoleh lalu membungkuk memberi hormat
" ya ibu, ada apa kau memanggilku ? katakanlah perintahmu
" anakku masih ada seseorang yang belum kau berikan persembahan air suci kata Kunti dengan pelan, membuat Yudhisthira mengangkat alis dan berpikir, Arjuna dengan masih berlinang air mata setelah memberikan persembahan air suci kepada Abhimanyu pun mendekat disusul Pandava yang lain, mereka mengelilingi Kunti dan Yudhisthira.
"masih ada yang belum? tapi Ibu mereka semua sudah mendapat persembahan air suci, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, bagaimana mungkin aku melupakan mereka yang telah bertempur dan gugur untuk mendukungku ?
Kunti terdiam dan menatap wajah Yudhistira, matanya masih merah menahan kesedihannya, lalu Kunti menatap satu persatu putra-putranya yang lain yang masih diliputi kesedihan yang sama. Kunti telah menguatkan hatinya untuk menceritakan sesuatu.... ya sesuatu yang akan membuat Pandava akan lebih terpuruk dalam kesedihan dan penyesalan. sesuatu yang harus dilakukannya, sesuatu yang bisa dia lakukan untuk Radheya, sesuatu yang membuat orang dan dunia terkejut dalam kesedihan. namun setidaknya hanya itu yang Kunti bisa lakukan untuk Radheya.
Krishna yang tahu segalanya menatap Kunti dengan wajah penuh welas asih, Hari ini Kunti akan melakukan sesuatu yang harus dilakukannya, dia telah terlalu menyimpan rahasia ini, dia bahkan diam ketika Radheya gugur, karena Kunti tahu bila Yudhisthira mengetahui jatidiri Radheya dia akan sangat bersedih dan tidak akan mau bertempur lagi, Yudhisthira akan memilih untuk masuk dan hidup di hutan lagi. Krishna pun diam untuk mendengarkan Kunti.
Kunti berkata
"Radheya lah orangnya, kau juga harus melakukan upacara persembahan ini untuknya " ujar Kunti setelah mampu menguatkan hatinya, Para Pandava terkejut, mereka saling memandang satu sama lain
"tapi Ibu, upacara tersebut harus dilakukan oleh ayahnya karena semua putra Radheya (Vrshasena, Satyasena dan Susena ) telah gugur, Ibu katakanlah mengapa aku yang harus melakukan persembahan ini kepada Radheya sutaputra (Sutaputra = sebutan untuk anak kusir, kasta rendah) yang menjadi musuh bebuyutan kami " Yudhisthira bertanya dalam kebingungan, Pandava dan mereka yang ada disana pun kebingungan untuk menerka maksud ucapan Kunti
"Radheya bukanlah Sutaputra, dia seorang Ksatriya" dengan bibir bergetar Kunti berusaha menahan air matanya
"Radheya seorang Ksatriya, Radheya bukan Sutaputra ?" terdengar suara gumam diantara mereka, Yudhisthira terperangah , Kunti menarik nafas dalam dalam, ingin rasanya dia menghirup semua udara di bumi agar Dewa Bayu memberikannya kekuatan untuk menceritakan kegetirannya, lalu ketika semuanya terdiam dalam keheningan Kunti berkata
"Radheya adalah Putra Surya, ibunya adalah seorang wanita bangsawan yang masih muda belia saat Surya memberikan putra ini kepadanya dengan Kavaca dan Kundala ,kau tahu? wanita itu adalah seorang gadis dirumah ayahnya karena takut akan celaan dunia, ia harus menyimpan rahasianya. ketika putranya lahir dia meletakkannya dalam kotak kayu lalu menghanyutkan disungai yang sama : Gangga ini ( mereka berada ditepi sungai Ganga untuk melakukan upacara persembahan itu ).
lalu Atiratha memungut dan memberikan Putera itu kepada istrinya Radha, oleh sebab itu ia bernama Radheya, sebuah nama yang begitu ia cintai dan tidak akan pernah dia ganti dengan nama lain. Ibunya adalah seorang Ksatriya. ia telah melakukan ketidak adilan kepada putera pertamanya, dan ia telah memiliki beberapa anak namun hatinya kosong karena hal ini.
Yudhisthira dan mereka yang ada disana mendengarkan cerita ini, segalanya seperti terlupakan karena mendengar kisah yang menakjubkan ini.
Yudhistira berkata
" Ibu....., siapakah ibu Radheya? siapakah wanita yang begitu keji yang telah membuang anaknya di sungai Ganga saat dia lahir? Siapakah wanita yang telah menghancurkan hidup dari seorang pria yang agung ? kau pasti sangat mengenalnya karena telah menceritakan tentang sebuah kejahatan dengan sangat lengkap, siapakah Ibu... ??
Semua memandang kearah Kunti, wanita itupun memandang mereka semua, dia melihat Krishna menatapnya dengan penuh kasih sayang seakan akan memberikannya kekuatan untuk mengucapkan sebuah kebenaran meski teramat pahit.
Lalu Kunti berkata
" wanita itu masih hidup ..... akulah wanita itu, Radheya adalah Putraku..... Radheya adalah Putraku yang Pertama
Lalu Kunti jatuh tak sadarkan diri, Vidura segera berlari kearahnya, hal yang sama dia lakukan saat Kunti terjatuh dan tak sadarkan diri di hari pertunjukan keahlian para Pangeran Hastina karena melihat Radheya berhadap hadapan dengan Arjuna.
Yudhisthira tidak bisa memikirkan semua itu, ia berdiri dengan tatapan kosong memandang mereka semua, dia terus bergumam
"Radheya adalah kakakku, dan kami telah membunuhnya..."
Dia melihat Arjuna yang menangis berlari kearahnya
" Apa yang telah aku lakukan? Oh Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? bagaimana aku bisa hidup setelah semua ini terjadi? aku telah membunuh kakakku! Kakakku! .....aku telah membunuh kakakku...!!"
Arjuna berteriak, dia tak sanggup untuk berdiri lalu terduduk di tanah dengan terus berteriak
" aku telah membunuh kakakku !! dan aku telah bangga karena aku telah membunuhnya " Arjuna jatuh tak sadarkan diri.
Krishna dan Yudhisthira mendekati Arjuna, kesedihan Yudhisthira begitu menakutkan, ia bergetar seperti orang yang terserang demam. Bhima duduk disamping Arjuna, ia begitu sangat terkejut tubuhnya menjadi lemas seperti seorang anak kecil yang tiba-tiba menjadi tua.
masih segar dalam ingatan Bhima pada hari pertunjukkan saat dia mengetahui Radheya seorang SutaPutra , Bhima telah berkata
" wahai Sutaputra.. dengarkanlah, kau tidak pantas dibunuh oleh Arjuna, buanglah busurmu, kau tidak pantas memegangnya dan ambil cemeti yang lebih pantas untukmu.... "
seiring dengan itu ucapan Duryodhana kembali terngiang
" aku kasihan padamu Bhima karena kurang mengerti, lihatlah pemuda ini ( Radheya ) dia penuh dengan sifat yang ada pada diri Kshatriya ya... hanya pada Kshatriya, tidakkah kau lihat? tidakkah kau bisa merasakan kalu dia seorang Kshatriya? aku telah menjadikannya Raja Anga tapi aku tahu dia tidak pantas mendapatkannya.
dia pantas menjadi penguasa Dunia, ia terlahir untuk menjadi orang yang baik, kau tidak mampu atau tidak cukup agung hingga kau bisa mengenalinya "
kata kata Duryodhana membakar pikiran Bhima sekarang, ya... dia memang tidak cukup agung untuk menyadari keagungan Radheya. Bhima menangis hingga tubuhnya bergetar hebat
Bhima tidak bisa berkata apa apa lagi, yang ada hanya kesedihan dan tidak ada apapun lainnya.
Nakula memikirkan pertarungannya dengan Radheya, ia dengan jelas mengingat kata kata Radheya yang saat itu membuat Nakula ingin mati karena tak sanggup menahan penghinaan. Radheya telah berkata :
"suatu hari... suatu hari Nakula, kau akan bangga bahwa Radheya telah menghinamu"
Nakula meneteskan air mata dalam kebisuan... ya, saat penghinaan itu kini menjadi saat yang paling berharga dalam hidupnya.
Sahadeva tidak mungkin bisa melupakan pertarungannya dengan Radheya,, ia ingat cibiran di bibir Radheya dan tingkah lakunya yang tenang, tidak tampak bagi Sahadeva kalau Radheya tengah bertarung dengannya, Radheya seperti seorang kakak yang sedang melatih Adiknya untuk bertarung dengan baik.
Pandava memberi hormat dengan penuh kesedihan.
Kunti disadarkan dengan percikan air dan wewangian, untuk pertama kali dalam hidupnya Yudhisthira tidak memperhatikan ibunya, dia tidak bisa melihat seorang ibu yang telah melakukan ketidakadilan ini pada Radheya dan juga kepada Pandava. Yudhisthira pergi lalu duduk disebelah Arjuna dan Krishna, tiba tiba dia ingat saat itu, ya saat itu..... saat hari Radheya tewas, Yudhisthira ingat dia telah memanggil Radheya "Sutaputra", Yudhisthira memalingkan wajahnya kearah Kunti
"Apakah Radheya tahu mengenai semua ini? apakah ia tahu siapa dirinya?"
"Ya" jawab Krishna
Yudhisthira memandang Krishna, semua Pandava melihat kearahnya. Yudhisthira bertanya
"apakah kau tahu mengenai hal ini Krishna?
"ya" jawab Krishna
Tidak memungkinkan bagi Pandava untuk berkata sepatah katapun setelah itu, Radheya tahu bahwa dirinya bukanlah Sutaputra tapi putra Surya dan Kunti, dan ia membiarkan saudaranya menghinanya dengan nama itu. Yudhisthira memukul kepalanya dalam kemarahan, ia berkata
" saat hari Radheya gugur, begitu aku mendengarnya aku lari ke medan perang
untuk melihat apakah ia benar benar tewas. aku sangat bahagia melihat Radheya tewas. Ibu........, bagaimana kau tega melakukan hal ini kepada kami, mencintai dan menyayangi kami dengan caramu seperti itu?"
Hanya sekejap Yudhisthira melihat wajah ibunya, Kunti terlihat sangat sedih dan tidak ingin mengucapkan sepatah katapun lagi ,Kunti sudah sangat menderita.
Yudhisthira pergi sendiri, berdiri di tepi sungai Ganga. seakan akan persembahan air suci itu telah terbayar hanya dengan air mata Yudhisthira, kematian Abhimanyu dan putra putra Draupadi terlupakan dalam malapetaka besar yang menimpa Pandava, mereka telah membunuh saudara mereka. itulah satu satunya pikiran yang ada dalam benak mereka ketika meninggalkan sungai Ganga menuju ibukota kerajaan bersama Satyaki dan Krishna. Gandhari, Kunti dan Draupadi dll
# Kesedihan Yudhisthira
Mereka harus pergi dari kota kerajaan selama satu bulan, dan mereka tidak dapat kembali ke kota kerajaan selama proses pemakaman selesai dilaksanakan, mereka semua tinggal dirumah-rumah sementara yang dibangun ditepi sungai gangga, Vyasa Narada berbicara padanya. Ia berkata
“mengapa engkau sangat sedih? Dengan berkat Krishna dan bantuan saudara-saudaramu yang pemberani dan juga Pancala, kau sekarang menjadi penguasa dunia. Tahun-tahun penderitaamu kini telah berakhir, aku merasa sangat bahagia dan mengucapkan selamat atas keberhasilanmu.
Kesedihan Yudhisthira muncul ia berkata “Tuanku aku tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia semua kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kami semua hilang karena kami telah diberitahukan bahwa Radheya adalah saudara kami, mengapa kau biarkan semua ini terjadi? Ibuku mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganya di medan perang, ia memintanya untuk bersamanya dan juga dengan saudara-saudaranya, tetapi ia tidak mau dan Krsna bertanya padanya dan ia berkata ia tidak akan mengecewakan sahabat dan majikanya Dhuryodhana, dengan bergantung pada Radheya ia telah memulai peperangan, tidak setia pada raja dan tidak menjalankan kewajiban adalah sifat yang sangat bertentangan dengan sifat saudara kami. Ia sangat bingung dan menderita ketika mengetahui bahwa Pandawa adalah sanak saudaranya, tetapi ia tidak akan pernah menyimpang terhadap kewajiban yang harus ia lakukan, Yudhistira berkata ia adalah orang yang sangat baik dan kami telah membunuhnya, betapa menyedihkanya takdir ini, guru yang telah memisahkan kami, ia tau bahwa kami adalah saudaranya dan ia tidak ingin kami tahu tentang hal ini.
Aku ingat hari dimana pada saat aku berada di Hastinapura Draupadi yang dihina oleh mereka semua terutama oleh Radheya. Aku sangat marah padanya, aku sangat malu dan terhina, aku memalingkan mataku padanya, aku tidak dapat memandangnya namun ketika ku lihat kakinya, semua amarah ku hilang begitu saja, kami sangat penasaran dengan semua kesamaan ini, selama bertahun-tahun aku mencoba untuk memecahkan masalah ini, dan lagi-lagi aku mencoba untuk memecahkan masalah ini namun tak dapat ku selesaikan permasalahan ini. Bagaimana bisa kaki Radheya Sutaputra itu mirip dengan kaki Ibunya? Guru ketika aku ketahui sekarang mengapa kakinya mirip dengan kaki ibuku, hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa hati ini bahagia ketika kami mengetahui bahwa kami telah membunuh seseorang yang agung seperti dirinya, Radheya yang seharusnya menjadi Raja kerajaan kuru, kini aku tidak bisa menghibur diri lagi.
Ibuku mengatakan ia memberikan anugrah yang ia inginkan dan ia mengatakan bahwa tidak akan membunuh Pandawa yang manapun terkecuali Arjuna karena ia harus bertarung dengan Arjuna, itulah jalan satu-satunya untuk membahagiakan hati Duryodhana, kini baru aku sadari mengapa ia tidak membunuh Bhima ketika Jayadratha kalah, ia mengampuni Bhima tanpa membunuhnya. Tetapi ia harus menghinanya, malam itu ia bertarung dengan Sahadeva, hari berikutnya Nakula. Pada hari terakhir hidupnya, ia bertarung denganku kami dibiarkan hidup, ia tidak membunuh kami karena ia tidak mau melakukannya, betapa baik dan mulia saudara yang kami miliki, dan Arjuna telah membunuhnya ketika ia tidak siap untuk bertarung! Aku tidak bisa mengampuni diriku karena kebiadapan ini, kami telah menjadi orang yang paling jahat yang telah bertempur dalam perang ini.
Naradha menenangkan hatinya. Ia berkata bahwa Radheya tidak mungkin dibunuh oleh siapapun, hal ini di karenakan dua Brahmana dan campur tangan kehidupan Radheya dengan lengkap dengan semua tragedi yang di alaminya. Ini cerita tentang yang mulia yang menyucikan meraka yang cukup beruntung mengenalnya, hal ini membuat pandawa semakin sedih, ceritra ini membuat mereka rendah hati, hal ini membuat mereka menyadari bahwa jalan Tuhan sangat misterius tetapi kesedihan tidaklah pernah meninggalkan hatinya, ini adalah luka baru yang tidak akan pernah dapat disembuhkan.
Yudhistira tidak pernah dapat memamaafkan ibunya karena ke tidak adilanya yang telah ia lakukan pada Radheya dan juga pada mereka semua, ia mengutuk semua wanita. Ia berkata bahwa sejak saat itu wanita tidak akan mampu menyimpan rahasia ini karena Kunti telah menyimpan rahasia itu dengan baik yang membuat malapetaka ini terjadi, tidak ada cara untuk menenangkan hati para pandawa.
Dhistarastra menunjuk Vidura, Sanjaya dan Dhaumya untuk mempersiapkan kremasi para pahlawan agung yang telah gugur dimedan perang. Dengan cepat kremasi itu selesai. Yudhistira ditemani dengan Dhrtarastra dan yang lainnya, menuju ke tepi sungai Gangga untuk mempersembahkan air suci pada orang yang telah tiada. Mereka semua ada disana: Gandhar, Kunti, dan Draupadi. Para pria tidak memakai perhiasaan dan busana sutera mereka. Mereka memakai busana yang paling sederhana. Dada mereka yang bidang di tutupi dengan busana yang atas yang tipis. Iring-iringan ini perlahan
Keadaan Kunti sangat menyedihkan. Tiga hari yang lalunya Radheya dibunuh oleh Arjuna. Terjadi perayaan yang sangat meriah dalam perkemahan Pandava. Ia mendengar hal itu dari sanjaya. Ketika Sanjaya memberi tahu Dhistarastra mengenai peperangan, tentang kematian Rhadeya, ia mendengarnya. Hatinya dibakar oleh kesedihan.
Saat para istri dan keluarga melakukan kremasi untuk para Pahlawan dan prajurit yang gugur di kurukshetra.
Yudhisthira baru saja selesai melakukan persembahan air suci kepada putra putra Draupadi, ketika Kunti menghampirinya. Kunti tak sanggup menahan semua beban dihati, saat semua orang yang gugur mendapat persembahan air suci dari keluarganya tapi tidak dengan Radheya. tidak ada yang mempersembahkan apapun kepadanya, masih saja dia sebatang kara sama seperti ketika Kunti menghanyutkannya di sungai Gangga.
Dengan lembut Kunti menyentuh bahu Yudhisthira, putra Dharma itupun menoleh lalu membungkuk memberi hormat
" ya ibu, ada apa kau memanggilku ? katakanlah perintahmu
" anakku masih ada seseorang yang belum kau berikan persembahan air suci kata Kunti dengan pelan, membuat Yudhisthira mengangkat alis dan berpikir, Arjuna dengan masih berlinang air mata setelah memberikan persembahan air suci kepada Abhimanyu pun mendekat disusul Pandava yang lain, mereka mengelilingi Kunti dan Yudhisthira.
"masih ada yang belum? tapi Ibu mereka semua sudah mendapat persembahan air suci, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, bagaimana mungkin aku melupakan mereka yang telah bertempur dan gugur untuk mendukungku ?
Kunti terdiam dan menatap wajah Yudhistira, matanya masih merah menahan kesedihannya, lalu Kunti menatap satu persatu putra-putranya yang lain yang masih diliputi kesedihan yang sama. Kunti telah menguatkan hatinya untuk menceritakan sesuatu.... ya sesuatu yang akan membuat Pandava akan lebih terpuruk dalam kesedihan dan penyesalan. sesuatu yang harus dilakukannya, sesuatu yang bisa dia lakukan untuk Radheya, sesuatu yang membuat orang dan dunia terkejut dalam kesedihan. namun setidaknya hanya itu yang Kunti bisa lakukan untuk Radheya.
Krishna yang tahu segalanya menatap Kunti dengan wajah penuh welas asih, Hari ini Kunti akan melakukan sesuatu yang harus dilakukannya, dia telah terlalu menyimpan rahasia ini, dia bahkan diam ketika Radheya gugur, karena Kunti tahu bila Yudhisthira mengetahui jatidiri Radheya dia akan sangat bersedih dan tidak akan mau bertempur lagi, Yudhisthira akan memilih untuk masuk dan hidup di hutan lagi. Krishna pun diam untuk mendengarkan Kunti.
Kunti berkata
"Radheya lah orangnya, kau juga harus melakukan upacara persembahan ini untuknya " ujar Kunti setelah mampu menguatkan hatinya, Para Pandava terkejut, mereka saling memandang satu sama lain
"tapi Ibu, upacara tersebut harus dilakukan oleh ayahnya karena semua putra Radheya (Vrshasena, Satyasena dan Susena ) telah gugur, Ibu katakanlah mengapa aku yang harus melakukan persembahan ini kepada Radheya sutaputra (Sutaputra = sebutan untuk anak kusir, kasta rendah) yang menjadi musuh bebuyutan kami " Yudhisthira bertanya dalam kebingungan, Pandava dan mereka yang ada disana pun kebingungan untuk menerka maksud ucapan Kunti
"Radheya bukanlah Sutaputra, dia seorang Ksatriya" dengan bibir bergetar Kunti berusaha menahan air matanya
"Radheya seorang Ksatriya, Radheya bukan Sutaputra ?" terdengar suara gumam diantara mereka, Yudhisthira terperangah , Kunti menarik nafas dalam dalam, ingin rasanya dia menghirup semua udara di bumi agar Dewa Bayu memberikannya kekuatan untuk menceritakan kegetirannya, lalu ketika semuanya terdiam dalam keheningan Kunti berkata
"Radheya adalah Putra Surya, ibunya adalah seorang wanita bangsawan yang masih muda belia saat Surya memberikan putra ini kepadanya dengan Kavaca dan Kundala ,kau tahu? wanita itu adalah seorang gadis dirumah ayahnya karena takut akan celaan dunia, ia harus menyimpan rahasianya. ketika putranya lahir dia meletakkannya dalam kotak kayu lalu menghanyutkan disungai yang sama : Gangga ini ( mereka berada ditepi sungai Ganga untuk melakukan upacara persembahan itu ).
lalu Atiratha memungut dan memberikan Putera itu kepada istrinya Radha, oleh sebab itu ia bernama Radheya, sebuah nama yang begitu ia cintai dan tidak akan pernah dia ganti dengan nama lain. Ibunya adalah seorang Ksatriya. ia telah melakukan ketidak adilan kepada putera pertamanya, dan ia telah memiliki beberapa anak namun hatinya kosong karena hal ini.
Yudhisthira dan mereka yang ada disana mendengarkan cerita ini, segalanya seperti terlupakan karena mendengar kisah yang menakjubkan ini.
Yudhistira berkata
" Ibu....., siapakah ibu Radheya? siapakah wanita yang begitu keji yang telah membuang anaknya di sungai Ganga saat dia lahir? Siapakah wanita yang telah menghancurkan hidup dari seorang pria yang agung ? kau pasti sangat mengenalnya karena telah menceritakan tentang sebuah kejahatan dengan sangat lengkap, siapakah Ibu... ??
Semua memandang kearah Kunti, wanita itupun memandang mereka semua, dia melihat Krishna menatapnya dengan penuh kasih sayang seakan akan memberikannya kekuatan untuk mengucapkan sebuah kebenaran meski teramat pahit.
Lalu Kunti berkata
" wanita itu masih hidup ..... akulah wanita itu, Radheya adalah Putraku..... Radheya adalah Putraku yang Pertama
Lalu Kunti jatuh tak sadarkan diri, Vidura segera berlari kearahnya, hal yang sama dia lakukan saat Kunti terjatuh dan tak sadarkan diri di hari pertunjukan keahlian para Pangeran Hastina karena melihat Radheya berhadap hadapan dengan Arjuna.
Yudhisthira tidak bisa memikirkan semua itu, ia berdiri dengan tatapan kosong memandang mereka semua, dia terus bergumam
"Radheya adalah kakakku, dan kami telah membunuhnya..."
Dia melihat Arjuna yang menangis berlari kearahnya
" Apa yang telah aku lakukan? Oh Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? bagaimana aku bisa hidup setelah semua ini terjadi? aku telah membunuh kakakku! Kakakku! .....aku telah membunuh kakakku...!!"
Arjuna berteriak, dia tak sanggup untuk berdiri lalu terduduk di tanah dengan terus berteriak
" aku telah membunuh kakakku !! dan aku telah bangga karena aku telah membunuhnya " Arjuna jatuh tak sadarkan diri.
Krishna dan Yudhisthira mendekati Arjuna, kesedihan Yudhisthira begitu menakutkan, ia bergetar seperti orang yang terserang demam. Bhima duduk disamping Arjuna, ia begitu sangat terkejut tubuhnya menjadi lemas seperti seorang anak kecil yang tiba-tiba menjadi tua.
masih segar dalam ingatan Bhima pada hari pertunjukkan saat dia mengetahui Radheya seorang SutaPutra , Bhima telah berkata
" wahai Sutaputra.. dengarkanlah, kau tidak pantas dibunuh oleh Arjuna, buanglah busurmu, kau tidak pantas memegangnya dan ambil cemeti yang lebih pantas untukmu.... "
seiring dengan itu ucapan Duryodhana kembali terngiang
" aku kasihan padamu Bhima karena kurang mengerti, lihatlah pemuda ini ( Radheya ) dia penuh dengan sifat yang ada pada diri Kshatriya ya... hanya pada Kshatriya, tidakkah kau lihat? tidakkah kau bisa merasakan kalu dia seorang Kshatriya? aku telah menjadikannya Raja Anga tapi aku tahu dia tidak pantas mendapatkannya.
dia pantas menjadi penguasa Dunia, ia terlahir untuk menjadi orang yang baik, kau tidak mampu atau tidak cukup agung hingga kau bisa mengenalinya "
kata kata Duryodhana membakar pikiran Bhima sekarang, ya... dia memang tidak cukup agung untuk menyadari keagungan Radheya. Bhima menangis hingga tubuhnya bergetar hebat
Bhima tidak bisa berkata apa apa lagi, yang ada hanya kesedihan dan tidak ada apapun lainnya.
Nakula memikirkan pertarungannya dengan Radheya, ia dengan jelas mengingat kata kata Radheya yang saat itu membuat Nakula ingin mati karena tak sanggup menahan penghinaan. Radheya telah berkata :
"suatu hari... suatu hari Nakula, kau akan bangga bahwa Radheya telah menghinamu"
Nakula meneteskan air mata dalam kebisuan... ya, saat penghinaan itu kini menjadi saat yang paling berharga dalam hidupnya.
Sahadeva tidak mungkin bisa melupakan pertarungannya dengan Radheya,, ia ingat cibiran di bibir Radheya dan tingkah lakunya yang tenang, tidak tampak bagi Sahadeva kalau Radheya tengah bertarung dengannya, Radheya seperti seorang kakak yang sedang melatih Adiknya untuk bertarung dengan baik.
Pandava memberi hormat dengan penuh kesedihan.
Kunti disadarkan dengan percikan air dan wewangian, untuk pertama kali dalam hidupnya Yudhisthira tidak memperhatikan ibunya, dia tidak bisa melihat seorang ibu yang telah melakukan ketidakadilan ini pada Radheya dan juga kepada Pandava. Yudhisthira pergi lalu duduk disebelah Arjuna dan Krishna, tiba tiba dia ingat saat itu, ya saat itu..... saat hari Radheya tewas, Yudhisthira ingat dia telah memanggil Radheya "Sutaputra", Yudhisthira memalingkan wajahnya kearah Kunti
"Apakah Radheya tahu mengenai semua ini? apakah ia tahu siapa dirinya?"
"Ya" jawab Krishna
Yudhisthira memandang Krishna, semua Pandava melihat kearahnya. Yudhisthira bertanya
"apakah kau tahu mengenai hal ini Krishna?
"ya" jawab Krishna
Tidak memungkinkan bagi Pandava untuk berkata sepatah katapun setelah itu, Radheya tahu bahwa dirinya bukanlah Sutaputra tapi putra Surya dan Kunti, dan ia membiarkan saudaranya menghinanya dengan nama itu. Yudhisthira memukul kepalanya dalam kemarahan, ia berkata
" saat hari Radheya gugur, begitu aku mendengarnya aku lari ke medan perang
untuk melihat apakah ia benar benar tewas. aku sangat bahagia melihat Radheya tewas. Ibu........, bagaimana kau tega melakukan hal ini kepada kami, mencintai dan menyayangi kami dengan caramu seperti itu?"
Hanya sekejap Yudhisthira melihat wajah ibunya, Kunti terlihat sangat sedih dan tidak ingin mengucapkan sepatah katapun lagi ,Kunti sudah sangat menderita.
Yudhisthira pergi sendiri, berdiri di tepi sungai Ganga. seakan akan persembahan air suci itu telah terbayar hanya dengan air mata Yudhisthira, kematian Abhimanyu dan putra putra Draupadi terlupakan dalam malapetaka besar yang menimpa Pandava, mereka telah membunuh saudara mereka. itulah satu satunya pikiran yang ada dalam benak mereka ketika meninggalkan sungai Ganga menuju ibukota kerajaan bersama Satyaki dan Krishna. Gandhari, Kunti dan Draupadi dll
# Kesedihan Yudhisthira
Mereka harus pergi dari kota kerajaan selama satu bulan, dan mereka tidak dapat kembali ke kota kerajaan selama proses pemakaman selesai dilaksanakan, mereka semua tinggal dirumah-rumah sementara yang dibangun ditepi sungai gangga, Vyasa Narada berbicara padanya. Ia berkata
“mengapa engkau sangat sedih? Dengan berkat Krishna dan bantuan saudara-saudaramu yang pemberani dan juga Pancala, kau sekarang menjadi penguasa dunia. Tahun-tahun penderitaamu kini telah berakhir, aku merasa sangat bahagia dan mengucapkan selamat atas keberhasilanmu.
Kesedihan Yudhisthira muncul ia berkata “Tuanku aku tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia semua kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik kami semua hilang karena kami telah diberitahukan bahwa Radheya adalah saudara kami, mengapa kau biarkan semua ini terjadi? Ibuku mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganya di medan perang, ia memintanya untuk bersamanya dan juga dengan saudara-saudaranya, tetapi ia tidak mau dan Krsna bertanya padanya dan ia berkata ia tidak akan mengecewakan sahabat dan majikanya Dhuryodhana, dengan bergantung pada Radheya ia telah memulai peperangan, tidak setia pada raja dan tidak menjalankan kewajiban adalah sifat yang sangat bertentangan dengan sifat saudara kami. Ia sangat bingung dan menderita ketika mengetahui bahwa Pandawa adalah sanak saudaranya, tetapi ia tidak akan pernah menyimpang terhadap kewajiban yang harus ia lakukan, Yudhistira berkata ia adalah orang yang sangat baik dan kami telah membunuhnya, betapa menyedihkanya takdir ini, guru yang telah memisahkan kami, ia tau bahwa kami adalah saudaranya dan ia tidak ingin kami tahu tentang hal ini.
Aku ingat hari dimana pada saat aku berada di Hastinapura Draupadi yang dihina oleh mereka semua terutama oleh Radheya. Aku sangat marah padanya, aku sangat malu dan terhina, aku memalingkan mataku padanya, aku tidak dapat memandangnya namun ketika ku lihat kakinya, semua amarah ku hilang begitu saja, kami sangat penasaran dengan semua kesamaan ini, selama bertahun-tahun aku mencoba untuk memecahkan masalah ini, dan lagi-lagi aku mencoba untuk memecahkan masalah ini namun tak dapat ku selesaikan permasalahan ini. Bagaimana bisa kaki Radheya Sutaputra itu mirip dengan kaki Ibunya? Guru ketika aku ketahui sekarang mengapa kakinya mirip dengan kaki ibuku, hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa hati ini bahagia ketika kami mengetahui bahwa kami telah membunuh seseorang yang agung seperti dirinya, Radheya yang seharusnya menjadi Raja kerajaan kuru, kini aku tidak bisa menghibur diri lagi.
Ibuku mengatakan ia memberikan anugrah yang ia inginkan dan ia mengatakan bahwa tidak akan membunuh Pandawa yang manapun terkecuali Arjuna karena ia harus bertarung dengan Arjuna, itulah jalan satu-satunya untuk membahagiakan hati Duryodhana, kini baru aku sadari mengapa ia tidak membunuh Bhima ketika Jayadratha kalah, ia mengampuni Bhima tanpa membunuhnya. Tetapi ia harus menghinanya, malam itu ia bertarung dengan Sahadeva, hari berikutnya Nakula. Pada hari terakhir hidupnya, ia bertarung denganku kami dibiarkan hidup, ia tidak membunuh kami karena ia tidak mau melakukannya, betapa baik dan mulia saudara yang kami miliki, dan Arjuna telah membunuhnya ketika ia tidak siap untuk bertarung! Aku tidak bisa mengampuni diriku karena kebiadapan ini, kami telah menjadi orang yang paling jahat yang telah bertempur dalam perang ini.
Naradha menenangkan hatinya. Ia berkata bahwa Radheya tidak mungkin dibunuh oleh siapapun, hal ini di karenakan dua Brahmana dan campur tangan kehidupan Radheya dengan lengkap dengan semua tragedi yang di alaminya. Ini cerita tentang yang mulia yang menyucikan meraka yang cukup beruntung mengenalnya, hal ini membuat pandawa semakin sedih, ceritra ini membuat mereka rendah hati, hal ini membuat mereka menyadari bahwa jalan Tuhan sangat misterius tetapi kesedihan tidaklah pernah meninggalkan hatinya, ini adalah luka baru yang tidak akan pernah dapat disembuhkan.
Yudhistira tidak pernah dapat memamaafkan ibunya karena ke tidak adilanya yang telah ia lakukan pada Radheya dan juga pada mereka semua, ia mengutuk semua wanita. Ia berkata bahwa sejak saat itu wanita tidak akan mampu menyimpan rahasia ini karena Kunti telah menyimpan rahasia itu dengan baik yang membuat malapetaka ini terjadi, tidak ada cara untuk menenangkan hati para pandawa.
Sabtu, 12 April 2014
Tulisan ini saya kopas dari tulisan blog milik Kalderaprau.wordpress.com
Dieng via Batang ( Bandar - batur)
Visualisasi otak…
Menggambarkan kembali jalan antara Bandar sampai Batur (penting gak penting semoga tetap berguna :)
Jalanan dengan berbagai kondisi yang harus dilewati untuk bisa sampai ke Dieng dengan waktu tercepat dan jarak tempuh terpendek.
Jalan dari Batang ke Bandar gak usah ditanya, sepanjang +/- 17 kilometer bagus mulus hampir tanpa rintangan :D
Pertama… Jalanan dari Bandar bisa dikatakan aman, lebar halus mulus tanpa lubang. Cuma sekarang ada lampu “bangjo” di pertigaan depan kantor kecamatan Bandar. Kemudian sampai di pertigaan Blado – Kambangan, ambil lurus ke arah Kambangan (pertigaan ke kiri menuju Blado dan Sukorejo). Disini jalan mulai menyempit dan aspal tak semulus aspal hotmix jalan provinsi antara Bandar – Blado. Di pertigaan ini ditandai dengan tanjakan yang lumayan panjang dan tinggi. Diawali dengan sebuah proyek pondok pesantren “TAZAKA” di kiri jalan yang belum selesai pengerjaanya dan diakhiri dengan gedung STM NU Bandar. Sampai disini kanan kiri masih berupa kebon dan sawah warga. Memasuki desa Kambangan yang ditandai dengan pemukiman warga di kanan kiri jalan yang lumayan padat. Jalanan relatif masih aman dan ramai aktifitas warga.
Memasuki hutan pinus selatan Kambangan, jalanan mulai ada tikungan tajam dan tanjakan. Disini suasana cukup adem hijau dan asri pemandangan hutan pinus, ditambah aspal yang masih bagus. Naik ke arah selatan dikit, dijumpai tikungan tajam dan jalan yang mulai berlubang di kanan kiri. Dimulai dari tikungan yang membentuk setengah lingkaran sampai desa Kembanglangit jalanan penuh lubang, bahkan ada beberapa meter memasuki tanjakan desa Baturan jalan hanya bisa dipergunakan setengahnya, setengahnya lagi hancur. Sampai di desa Kembanglangit, biasanya saya mampir di warung kecil di pojok desa (selatan desa). Warung sederhana yang menjual aneka makanan kecil, terutama gorengan. Warung ini semakin nikmat jika dikunjungi dikala sore dan gerimis (menurut saya), gorengan anget ditambah kopi item panas, atau nyruput teh sangan sangit handmade si ibu pemilik warung. Teh ini dipetik sendiri dari kebun teh si ibu, proses pengeringanya secara tradisional. Menggunakan panci dari tanah atau orang jawa menyebutnya kendil, yang dipanaskan di tungku kayu lalu teh di sangan sampai benar-benar kering. Tanpa pewarna dan tanpa pengawet, benar-benar alami, sampai rasa sangitnya masih terasa kalau diminum (enak loohhhh…). Baca tulisanya disini.
Keluar dari warung itu dihadapkan pada jalanan yang lebih hancur, tanjakan dan aspal yang sudah seperti sungai mengering.
Hanya jembatan Sibiting yang jalanya lebar, bagus aspal masih mulus, karena memang belom lama diperbaiki. Di jembatan ini sering ada orang berhenti memakirkan motornya, foto-foto atau hanya untuk melihat-lihat pemandangan sekitar sini. Sungai jauh dibawah tampak bagus terlihat dari jembatan, tak jarang pula primata-primata ikut bertengger di pepohonan sekitar jembatan. Memasuki perkebunan teh Ngliyer jalanan yang lebih pantes buat dijajah mobil offroad dobel gardan. Pakai mobil atau motor standar kecepatan saja 20km/jam sudah bagus sekali…
sejenis sedan, tipe-tipe seperti honda j*zz atau mobil keluarga dengan kaki rendah tidak disarankan melewati sini. Sejenis toyota a*anza masih relatif aman. Yang sering ditemui disini adalah truk box, truk pengangkut sayur atau mitusbihi L300. Motor anak muda yang gahul abis juga tidak disarankan, kecuali kalau memang ingin pulang dengan kondisi motor yang semakin gak berbentuk. Ban kecil semakin rawan bocor ketika kena batuan yang tajam, shock yang ceper semakin sering blok mesin nyentuh batuan (paling parah ya blok mesin bocor), gak ada bengkel atau tambal ban di sepanjang hutan. Jok trepes bikin pantas panas dan “ngapal”…
Selepas kebun teh memasuki kawasan hutan, Orang sini menyebutnya alas Kluwung. dimulai dari jalan cor beton yang juga sudah mulai mengelupas. Tampak papan besar kaya papan reklame di kota besar bertuliskan “memasuki hutan lindung kabupaten Batang, jagalah hutan untuk anak cucu kita”. Pohon-pohon besar dan tua menjadi pemandangan selanjutnya. Variasi jalan cor beton dan cor batu sungai menjadi komposisi utama jalanan di tengah hutan ini. Beberapa meter cor beton dilanjut beberapa meter sungai mengering, terus silih berganti sampai ujung hutan. Tanjakan dan tikungan tajam menjadi menu wajib yang harus dilewati. Di hutan ini masih sering dijumpai anggrek hutan, kidang, kelinci hutan, kucing alas, burung deruk, burung gagak, burung jalak, dan celeng. Katanya masih ada macan jawa, tapi berkali-kali lewat belom pernah menjumpainya… Bisa dikatakan hutan ini masih asri, hijau, indah dan sejuk. Sampai desa Sikesut, desa kecil ditengah hutan, dengan jalan cor beton yang hanya beberapa ratus meter. Dilanjut dengan tanjakan terpanjang sebelum keluar hutan. Tanjakan ini tidak terlalu terjal namum jalan hancur dan panjang menjadikan harus lebih waspada, apalagi kalau hujan datang, batu-batunya akan sangat licin. Sehabis tanjakan ini dihadapkan pada jalan datar aspal mengelupas dan kemudian cor beton yang masih bagus di tanjakan terakhir penghujung hutan. Disebelah timur sudah mulai nampak puncak gunung Kemulan (puncaknya perkebunan teh Pagilaran dan Ngliyer)
Sampai di penghujung hutan, daerah ini sudah merupakan daerah konservasi dataran tinggi Dieng yang masuk kabupaten Batang. Jalan cor beton, dikanan kiri adalah ladang pertanian warga. Ketinggian -/+ 1800 mdpl dengan udara yang sudah semakin sejuk dan curah hujan tinggi menjadikan daerah ini daerah pertanian yang subur. Kentang, kobis, loncang, wortel, kacang babi, lombok bagong dan pohon pepaya kerdil a.k.a carica sudah mulai hidup disini. Desa Kayuabang, desa Gerlang, desa Kradenan komposisi jalan masih serupa, aspal hancur dan cor beton, dibumbui tanjakan tajam dan tikungan yang hampir 180°. Sewaktu hujan jalan menjadi lebih licin, karena tanah dan lumpur masuk di jalan, diharapkan sangat hati-hati. Bahkan kadang terjadi longsor di tebing-tebing curam sebelum memasuki desa Gerlang.
Ada sebuah pertigaan di desa Gerlang. Sebuah SD, sebuah puskemas pembantu dan sebuah toko pertanian berada disitu. Ke kiri akan menjumpai desa Sidongkal, Watulembu, Wonopriyo. Ambil lurus menuju desa Kradenan. Setelah melewati desa Gerlang dan tanjakan tajam memasuki desa Kradenan, jalan sudah mulai bagus. Aspal baru melapisi cor beton dibawahnya. Bisa dikatakan jalan desa Kradenan menjadi yang paling bagus untuk saat ini. Perbaikan jalan sekitar bulan Januari 2012 masih tampak awetnya (entah dalam jangka waktu 1 tahun mendatang). Sampai diatas desa Kradenan, jalanan datar dan disebelah kanan dijumpai tugu perbatasan kabupaten Batang dan kabupaten Banjarnegara. Perbedaan jalan terlihat disini, perbedaan perhatian pada daerah terpencil bisa disimpulkan disini.
Sedikit cerita. dulu pernah ada wacana kalau daerah-daerah terpencil disini, seperti desa Kayuabang, Gerlang, Sidongkal, Watulembu, Wonopriyo, Kradenan pernah “diminta” oleh pemerintah kabupaten Banjarnegara, dengan tujuan mau dirawat dan dipelihara. Maksudnya mau dibangun berbagai infrastrukturnya, terutama jalan. Tetapi pemerintah Batang tidak menyerahkanya begitu saja, secara sumber mata air PDAM yang memenuhi kebutuhan sebagian besar warga Batang berasal dari hutan ini. Tetapi Batang juga seperti “menganak tirikan” daerah sini. Bahkan sampai sekarang kebutuhan listrik desa-desa diatas yang masuk kabupaten Batang masih di suplay oleh Banjarnegara. Orang sini membayar listrik bulanan bukan di kecamatan Blado melainkan ke kecamatan Batur, Banjarnegara. Terlihat dari bawah, hutan dan kawasan desa-desa ini tak tampak ada tiang listrik yang berjajar dari kabupaten Batang, yang ada adalah tiang listrik dari jalanan Kecamatan Batur.
Back to focus… Setelah melewati tugu perbatasan jalan sudah relatif bagus, aspalnya masih terawat dan hanya sedikit lubang. Konon, tugu perbatasan berada di puncak gunung Penanggungan, oleh itu sebab setelah melewati tugu yang dijumpai adalah turunan dengan masih disertai tikungan tajam (teteup…). Sampai di desa Tlogobang, desa pertama setelah perbatasan Batang Banjarnegara. Bisa dikatakan jalan setelah tugu perbatasan adalah bagus (milik Banjarnegara) walau tetep masih ada sebagian jalan yang berlubang besar dan menjadi kolam dadakan sewaktu hujan. Sampai di pertigaan kecamatan Batur, jalan utama Banjarnegara – Batur – Dieng sudah merupakan jalan yang bagus dan dapat dilewati berbagai macam ras mobil dan motor :)
Dieng via Batang ( Bandar - batur)
Visualisasi otak…
Menggambarkan kembali jalan antara Bandar sampai Batur (penting gak penting semoga tetap berguna :)
Jalanan dengan berbagai kondisi yang harus dilewati untuk bisa sampai ke Dieng dengan waktu tercepat dan jarak tempuh terpendek.
Jalan dari Batang ke Bandar gak usah ditanya, sepanjang +/- 17 kilometer bagus mulus hampir tanpa rintangan :D
Pertama… Jalanan dari Bandar bisa dikatakan aman, lebar halus mulus tanpa lubang. Cuma sekarang ada lampu “bangjo” di pertigaan depan kantor kecamatan Bandar. Kemudian sampai di pertigaan Blado – Kambangan, ambil lurus ke arah Kambangan (pertigaan ke kiri menuju Blado dan Sukorejo). Disini jalan mulai menyempit dan aspal tak semulus aspal hotmix jalan provinsi antara Bandar – Blado. Di pertigaan ini ditandai dengan tanjakan yang lumayan panjang dan tinggi. Diawali dengan sebuah proyek pondok pesantren “TAZAKA” di kiri jalan yang belum selesai pengerjaanya dan diakhiri dengan gedung STM NU Bandar. Sampai disini kanan kiri masih berupa kebon dan sawah warga. Memasuki desa Kambangan yang ditandai dengan pemukiman warga di kanan kiri jalan yang lumayan padat. Jalanan relatif masih aman dan ramai aktifitas warga.
Memasuki hutan pinus selatan Kambangan, jalanan mulai ada tikungan tajam dan tanjakan. Disini suasana cukup adem hijau dan asri pemandangan hutan pinus, ditambah aspal yang masih bagus. Naik ke arah selatan dikit, dijumpai tikungan tajam dan jalan yang mulai berlubang di kanan kiri. Dimulai dari tikungan yang membentuk setengah lingkaran sampai desa Kembanglangit jalanan penuh lubang, bahkan ada beberapa meter memasuki tanjakan desa Baturan jalan hanya bisa dipergunakan setengahnya, setengahnya lagi hancur. Sampai di desa Kembanglangit, biasanya saya mampir di warung kecil di pojok desa (selatan desa). Warung sederhana yang menjual aneka makanan kecil, terutama gorengan. Warung ini semakin nikmat jika dikunjungi dikala sore dan gerimis (menurut saya), gorengan anget ditambah kopi item panas, atau nyruput teh sangan sangit handmade si ibu pemilik warung. Teh ini dipetik sendiri dari kebun teh si ibu, proses pengeringanya secara tradisional. Menggunakan panci dari tanah atau orang jawa menyebutnya kendil, yang dipanaskan di tungku kayu lalu teh di sangan sampai benar-benar kering. Tanpa pewarna dan tanpa pengawet, benar-benar alami, sampai rasa sangitnya masih terasa kalau diminum (enak loohhhh…). Baca tulisanya disini.
Keluar dari warung itu dihadapkan pada jalanan yang lebih hancur, tanjakan dan aspal yang sudah seperti sungai mengering.
Hanya jembatan Sibiting yang jalanya lebar, bagus aspal masih mulus, karena memang belom lama diperbaiki. Di jembatan ini sering ada orang berhenti memakirkan motornya, foto-foto atau hanya untuk melihat-lihat pemandangan sekitar sini. Sungai jauh dibawah tampak bagus terlihat dari jembatan, tak jarang pula primata-primata ikut bertengger di pepohonan sekitar jembatan. Memasuki perkebunan teh Ngliyer jalanan yang lebih pantes buat dijajah mobil offroad dobel gardan. Pakai mobil atau motor standar kecepatan saja 20km/jam sudah bagus sekali…
sejenis sedan, tipe-tipe seperti honda j*zz atau mobil keluarga dengan kaki rendah tidak disarankan melewati sini. Sejenis toyota a*anza masih relatif aman. Yang sering ditemui disini adalah truk box, truk pengangkut sayur atau mitusbihi L300. Motor anak muda yang gahul abis juga tidak disarankan, kecuali kalau memang ingin pulang dengan kondisi motor yang semakin gak berbentuk. Ban kecil semakin rawan bocor ketika kena batuan yang tajam, shock yang ceper semakin sering blok mesin nyentuh batuan (paling parah ya blok mesin bocor), gak ada bengkel atau tambal ban di sepanjang hutan. Jok trepes bikin pantas panas dan “ngapal”…
Selepas kebun teh memasuki kawasan hutan, Orang sini menyebutnya alas Kluwung. dimulai dari jalan cor beton yang juga sudah mulai mengelupas. Tampak papan besar kaya papan reklame di kota besar bertuliskan “memasuki hutan lindung kabupaten Batang, jagalah hutan untuk anak cucu kita”. Pohon-pohon besar dan tua menjadi pemandangan selanjutnya. Variasi jalan cor beton dan cor batu sungai menjadi komposisi utama jalanan di tengah hutan ini. Beberapa meter cor beton dilanjut beberapa meter sungai mengering, terus silih berganti sampai ujung hutan. Tanjakan dan tikungan tajam menjadi menu wajib yang harus dilewati. Di hutan ini masih sering dijumpai anggrek hutan, kidang, kelinci hutan, kucing alas, burung deruk, burung gagak, burung jalak, dan celeng. Katanya masih ada macan jawa, tapi berkali-kali lewat belom pernah menjumpainya… Bisa dikatakan hutan ini masih asri, hijau, indah dan sejuk. Sampai desa Sikesut, desa kecil ditengah hutan, dengan jalan cor beton yang hanya beberapa ratus meter. Dilanjut dengan tanjakan terpanjang sebelum keluar hutan. Tanjakan ini tidak terlalu terjal namum jalan hancur dan panjang menjadikan harus lebih waspada, apalagi kalau hujan datang, batu-batunya akan sangat licin. Sehabis tanjakan ini dihadapkan pada jalan datar aspal mengelupas dan kemudian cor beton yang masih bagus di tanjakan terakhir penghujung hutan. Disebelah timur sudah mulai nampak puncak gunung Kemulan (puncaknya perkebunan teh Pagilaran dan Ngliyer)
Sampai di penghujung hutan, daerah ini sudah merupakan daerah konservasi dataran tinggi Dieng yang masuk kabupaten Batang. Jalan cor beton, dikanan kiri adalah ladang pertanian warga. Ketinggian -/+ 1800 mdpl dengan udara yang sudah semakin sejuk dan curah hujan tinggi menjadikan daerah ini daerah pertanian yang subur. Kentang, kobis, loncang, wortel, kacang babi, lombok bagong dan pohon pepaya kerdil a.k.a carica sudah mulai hidup disini. Desa Kayuabang, desa Gerlang, desa Kradenan komposisi jalan masih serupa, aspal hancur dan cor beton, dibumbui tanjakan tajam dan tikungan yang hampir 180°. Sewaktu hujan jalan menjadi lebih licin, karena tanah dan lumpur masuk di jalan, diharapkan sangat hati-hati. Bahkan kadang terjadi longsor di tebing-tebing curam sebelum memasuki desa Gerlang.
Ada sebuah pertigaan di desa Gerlang. Sebuah SD, sebuah puskemas pembantu dan sebuah toko pertanian berada disitu. Ke kiri akan menjumpai desa Sidongkal, Watulembu, Wonopriyo. Ambil lurus menuju desa Kradenan. Setelah melewati desa Gerlang dan tanjakan tajam memasuki desa Kradenan, jalan sudah mulai bagus. Aspal baru melapisi cor beton dibawahnya. Bisa dikatakan jalan desa Kradenan menjadi yang paling bagus untuk saat ini. Perbaikan jalan sekitar bulan Januari 2012 masih tampak awetnya (entah dalam jangka waktu 1 tahun mendatang). Sampai diatas desa Kradenan, jalanan datar dan disebelah kanan dijumpai tugu perbatasan kabupaten Batang dan kabupaten Banjarnegara. Perbedaan jalan terlihat disini, perbedaan perhatian pada daerah terpencil bisa disimpulkan disini.
Sedikit cerita. dulu pernah ada wacana kalau daerah-daerah terpencil disini, seperti desa Kayuabang, Gerlang, Sidongkal, Watulembu, Wonopriyo, Kradenan pernah “diminta” oleh pemerintah kabupaten Banjarnegara, dengan tujuan mau dirawat dan dipelihara. Maksudnya mau dibangun berbagai infrastrukturnya, terutama jalan. Tetapi pemerintah Batang tidak menyerahkanya begitu saja, secara sumber mata air PDAM yang memenuhi kebutuhan sebagian besar warga Batang berasal dari hutan ini. Tetapi Batang juga seperti “menganak tirikan” daerah sini. Bahkan sampai sekarang kebutuhan listrik desa-desa diatas yang masuk kabupaten Batang masih di suplay oleh Banjarnegara. Orang sini membayar listrik bulanan bukan di kecamatan Blado melainkan ke kecamatan Batur, Banjarnegara. Terlihat dari bawah, hutan dan kawasan desa-desa ini tak tampak ada tiang listrik yang berjajar dari kabupaten Batang, yang ada adalah tiang listrik dari jalanan Kecamatan Batur.
Back to focus… Setelah melewati tugu perbatasan jalan sudah relatif bagus, aspalnya masih terawat dan hanya sedikit lubang. Konon, tugu perbatasan berada di puncak gunung Penanggungan, oleh itu sebab setelah melewati tugu yang dijumpai adalah turunan dengan masih disertai tikungan tajam (teteup…). Sampai di desa Tlogobang, desa pertama setelah perbatasan Batang Banjarnegara. Bisa dikatakan jalan setelah tugu perbatasan adalah bagus (milik Banjarnegara) walau tetep masih ada sebagian jalan yang berlubang besar dan menjadi kolam dadakan sewaktu hujan. Sampai di pertigaan kecamatan Batur, jalan utama Banjarnegara – Batur – Dieng sudah merupakan jalan yang bagus dan dapat dilewati berbagai macam ras mobil dan motor :)
Minggu, 06 April 2014
Akhirnya aku punya blog
Berhubung aku suka browsing atau cari2 bacaan via mbah google, akhirnya secara sadar dan tidak sadas saya sering dapat informasi dari bacaan2 di blogspot. Tentang apapun yg aku sukai dari travelling, informasi seputar gunung, tempat2 wisata, sejarah.. Dan lain sebagainya
Dari semua itu akhirnya saya ingn jg punya blog, sebagai seorang yg gaptek.. Tentu saja ak gak bisa bikin blog.. (Bikin Akun Twitter saja gak bisa) hehehe
Akhirnya saya cari2 informasi di blog nya (siapa??? Lupa namanya) yg menginformasikan cara mudah bikin blog dgn cepat dan tidak ribet..
Akhirnya alhamdulillah sekarang saya dah punya blog sendiri dan bisa berbagi sedikit informasi, walaupun tidak penting hehehe
Maaf masih banyak kekurangan nya tentang artikel yg aku tulis, maklum masih newbie dan msh buta soal blog.
Dari sit
Berhubung aku suka browsing atau cari2 bacaan via mbah google, akhirnya secara sadar dan tidak sadas saya sering dapat informasi dari bacaan2 di blogspot. Tentang apapun yg aku sukai dari travelling, informasi seputar gunung, tempat2 wisata, sejarah.. Dan lain sebagainya
Dari semua itu akhirnya saya ingn jg punya blog, sebagai seorang yg gaptek.. Tentu saja ak gak bisa bikin blog.. (Bikin Akun Twitter saja gak bisa) hehehe
Akhirnya saya cari2 informasi di blog nya (siapa??? Lupa namanya) yg menginformasikan cara mudah bikin blog dgn cepat dan tidak ribet..
Akhirnya alhamdulillah sekarang saya dah punya blog sendiri dan bisa berbagi sedikit informasi, walaupun tidak penting hehehe
Maaf masih banyak kekurangan nya tentang artikel yg aku tulis, maklum masih newbie dan msh buta soal blog.
Dari sit
Langganan:
Postingan (Atom)